Silat Gerak Rasa Sanalika: Warisan Lokal yang Mulai Terpinggirkan

Mereka jangan semena-mena punya silat. Harus kalem, sopan. Jadi siapa saja yang ada adabnya, kita terima

Andy atau akrab disapa Bang Andy bersemangat menunjukkan jurus dasar silat ala Perguruan Gerak Rasa Sanalika di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat.

Dengan seragam silat berwarna biru muda lengkap dengan sabuk dan peci hitam di kepalannya, pemilik nama lengkap Andy Maulani ini tampak dikelilingi murid-murid perguruannya.

 Jurus yang ditampilkan Andy memang tampak lebih lembut dan nyaris sederhana. Tak serumit jurus-jurus silat lain. Hal itu diakui Andy, sebagaimana hanya ada empat jurus yang harus dikuasai untuk mendalami silat ala Perguruan Gerak Rasa Sanalika. Meski demikian, keempatnya memiliki tingkatan juga.

Selain biasa dimainkan dengan main pukul Betawi, keunikan gerak rasa sanalika yakni lebih bersifat semaunya. Hal ini tak lepas dari gerak saka yang berasal dari Bahasa Sunda, yakni sakadaekna yang memiliki arti semaunya dan ke mana saja serangan itu menjurus maka akan tetap akan dilawan. 

Namun, di balik jurusnya yang sederhana itu muncul gerak rasa yang terlatih sehingga memunculkan rasa dan reflek sehingga bisa dilakukan tanpa melihat lawan. 

Ciri yang paling mendasar dari gerakan ini yakni menggunakan serangan satu titik untuk menangkis atau menyerang sekaligus. “Jadi bukan karena pakai magis yang disangkanya nanti malah syirik. Tapi memang rasa dan reflek itu dilatih. Tanpa melihat lawan pun sudah bisa, karena kita mampu membaca pergerakannya,” jelasnya.

Tak berlebihan jika Andy menyebut silat Gerak Rasa Sanalika memang digunakan untuk bertarung tapi tak merusak, justru melumpuhkan lawan. 

Turunan dari sesepuh pendiri Gerak Rasa Sanalika yakni Nur Ali Akbar atau Babe Nunung itu sekaligus mengungkap bahwa aliran silat ini juga merupakan perpaduan dari silat cingkrik dan dari aliran silat Sunda. Di mana aliran silat Sunda lebih menekankan pada gerak–gerak saka, gerak per, dan gerak sepulah. 

“Karena Budaya Betawi itu jangan sampai punah dan dari babe ane turun ke ane memang tetap musti dikembangkan, dilestarikan. Jadi ane terus ngembangin dan musti ngembangkan gerak rasa sanalika sampai nanti keturunan ane juga seperti itu,” bebernya. 

Tak Asal Menggembleng

Lima tahun menjadi membawahi Perguruan Gerak Rasa Sanalika banyak memberi pelajaran berharga bagi Andy. Terutama menyoal eksistensi dari silat ini. Menurutnya, aspek krusial pelestarian silat kepada generai-generasi muda yang paling utama yakni memastikan adab mereka.

Ya, gugus Budaya Betawi memang dikenal dengan unsur religi. Sebagaimana masyarakat Betawi sangat lekat dengan semboyan ‘Ngasosi’ (Ngaji-Sholat-Silat). Dari semboyan itu tampak representasi dari masyarakat Betawi yang memegang erat unsur religious dan sikap di dalamnya. 

Foto: Ramadani Wahyu

Andy menegaskan bahwa silat tak melulu soal menggembleng secara fisik. Namun juga menguatkan melalui rohani dan sikap. “Mereka jangan semena-mena punya silat. Harus kalem, sopan. Jadi siapa saja yang ada adabnya, kita terima,” kata dia.

Sementara, salah satu murid yakni Agil menyatakan bahwa alasan mengikuti Gerak Rasa tak lain karena awalnya disuruh oleh orangtua. Namun, lambat laun, ia mulai menikmati silat ini meski ia juga belum pernah sama sekali menjajal silat jenis lain. Demikian pula, ia mengaku bangga karena tergabung dalam silat tradisional ini.

“Tidak kepikiran sih (untuk silat lain). Justru bangga ikut di sini, karena punya ilmu buat bela diri,” ungkap murid termuda di perguruan ini. admin

2 Responses

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.