Pandemi virus COVID-19 mampu memporak-porandakan seluruh aspek kehidupan. Tak terkecuali dalam hal berkesenian, khususnya seni Betawi. Ya, kondisi mati suri nyaris dialami oleh semua pegiat seni karena nihilnya aktivitas seni sejak awal merebaknya virus mematikan ini.
Kondisi ini turut pula dirasakan oleh pimpinan Sanggar Betawi Rifky Albani, Martin Maulia. Lelaki sekaligus perajin ondel-ondel ini bahkan menyebut bahwa kondisi sanggarnya mengalami “guncangan” secara finansial karena kesulitan bertahan.
Ya, sepuluh tahun berdiri sanggar yang berada di kawasan Meruya, Jakarta Barat ini banyak menggantungkan pendapatan dari berbagai pernak pernik kerajinan tangan hingga pertunjukan seni. Namun, begitu COVID-19 datang, “guncangan” begitu saja terjadi.
“Masalah pertama, banyak pedagang di tempat-tempat rekreasi yang biasa kita titipi kerajinan tangan tutup, ditambah lagi sepinya undangan pertunjukan hajatan. Jadi bukan hanya terimbas, tapi “terguncang”. Anak-anak hanya pasrah,” kata dia kepada senibudayabetawi.com.
Namun, Martin memastikan anggota sanggar yang juga sebagian besar anak-anak harus optimis dengan kondisi ini. Beragam cara mulai dari menjual es kelapa hingga menjual alat-alat musik dengan harga yang murah mereka lakukan. “Sekadar demi bertahan untuk menutup uang operasional sanggar,” imbuhnya.
Pimpinan Sanggar Padepokan Cingkrig Kong Hayat, Satria Jaya juga menuturkan hal yang senada. Lelaki yang akrab disapa Bang Jaya itu menyebut selain imbas dari segi finansial karena sepinya undangan pertunjukan silat, ia juga mengeluhkan soal pembatasan tempat latihan. Alhasil, ia bersama murid-muridnya terpaksa harus berlatih di tempat dan kapasitas murid yang juga terbatas.
“Karena sebelumnya kan berlatih di kelurahan. Nah, pada masa pandemi ini terpaksa di sanggar sempit ini dengan tetap menerapkan protokol kesehatan,” kata dia.
Sementara Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pariwisata dan Budaya Jakarta Barat, Ahmad Syaropi menyatakan imbas COVID-19 pada kegiatan berkesenian yakni, sekitar 70 hingga 80 persen, selebihnya yakni 20 persen bisa dilakukan secara virtual.
Ya, dunia seni tak lepas dari pertunjukan dan hiburan. Ia sekaligus mengakui bahwa di Jakarta Barat memang belum memiliki program pertunjukan virtual khusus untuk mewadahi pegiat seni ini. “Belum. Kalaupun ada nanti pasti nuansa psikologisnya berbeda. Tidak bisa disetarakan,” kata dia.
Ia juga mengaku banyak menerima keluhan dari pegiat seni khususnya di Jakarta Barat. Meski belum ada kepastian waktu berakhirnya pandemi COVID-19 ini, ia optimis bagaimanapun pegiat seni di Jakarta Barat masih mempunyai semangat. “Secara nyata intensitas kegiatan memang turun, tapi keinginan dan semangatnya terjaga dengan baik,” kata dia. admin
[…] Baca Juga: Imbas COVID-19, Seni Budaya Betawi di Jakbar Mati Suri […]