Sanggar Cingkrig

Perguruan Pencak Silat Cingkrig Kembang Cagak, Konsisten dalam Berprestasi

Pencak silat cingkrig menjadi ikon yang tak terpisahkan dari budaya Betawi. Ya, aliran ini merupakan satu dari 300 lebih aliran silat yang ada dari Tanah Betawi. Kendati hingga sekarang pencak silat jenis ini telah berkembang hingga memiliki aliran dan ciri khasnya tersendiri, tapi masih ada perguruan pencak silat cingkrig yang konsisten mengajarkan cingkrig murni.

Salah satunya yaitu perguruan silat Cingkrig Kembang Cagak. Sesuai namanya, secara filosofis, arti dari kembang yang berarti langkah main pukul orang Betawi, sedangkan cagak artinya kokoh ke generasi penerus. Cingkrig kembang cagak mempunyai arti para generasi penerus main pukul Betawi.

Pimpinan perguruan pencak silat Cingkrig Kembang Cagak, Syahroni menyatakan ia mendirikan perguruan yang masih berusia enam tahun itu karena memang warisan dari orang tua. Ia menegaskan, ayahnya secara konsisten mengajarkan cingkrig murni sejak usinya masih 7 tahun.

“Kalau orang dulu tidak mengenal nama atau jenisnya cingkrig. Hanya tahu cingkrig aja udah,” kata dia Rabu (23/12).

Kekonsistenan Syahroni menggeluti cingkrig murni itu hingga kurang lebih 25 tahun lamanya itu akhirnya berbuah. Ia akhirnya memperoleh amanah dari sang ayah untuk meneruskan mengajarkan cingkrig. Namun, di awal-awal pembukaan perguruan silat itu, ia smepat mengalami fase berpindah-pindah.

“Pertama banget di Kembangan, bersama sahabat saya, H. Dani tapi karena tidak bisa berkreasi, akhirnya pindah ke Grogol. Lalu di Grogol pun kita belum jodoh karena berada di kawasan perairan, akhirnya balik lagi ke Tomang, rumah babe saya,” jelas dia.

Mulai dari situlah, perguruan pencak silat Cingkrig Kembang Cagak berkembang, yang hingga saat ini memiliki delapan cabang di Provinsi DKI Jakarta. Adapun menurut Syahroni hingga saat ini ada kurang lebih ada 100 hingga 200 anggota yang aktif. “Jumlah ini menurun karena adanya COVID-19,” sambungnya.

Tak hanya konsisten dalam mengajarkan cingkrig murni, perguruan yang berada di kawasan Grogol, Petamburan, Jakarta Barat ini juga siap konsisten untuk terus menelurkan prestasi. Penghargaan terbaru yang diperoleh diantaranya, juara III Kategori Usia Dini dalam Festival Pencak Silat Tradisional Betawi Kodim Tahun 2020, juara favorit Festival Virtual Silat Cingkrig Tradisional Betawi 2020.

Menurut Syahroni, ia bukanlah tipikal pimpinan perguruan silat yang banyak menuntut prestasi ke murid-muridnya. Namun, ia lebih mengedepankan unsur kekeluargaan sebagai pemicu hingga akhirnya mereka memperoleh prestasi.

“Saya lebih percaya ke anak-anak. Kita ngga banyak tuntutan juga ke mereka, tapi lebih nanemin sifat kekeluargaannya agar mereka saling menguatka dan berprestasi,” ungkap dia.

Syahroni sekaligus menceritakan pengalaman lomba paling berkesan dan menantang saat menemani murid-muridnya mengikuti festival pencak silat tahun lalu di Tangerang tingkat Jabodetabek. Pasalnya, nuansa pencak silat yang ia rasakan dalam festival tersebut benar-benar tegang.

Namun, tim yang ia turunkan akhirnya berhasil memperoleh juara III. “Kita berangkat subuh hingga pulang jam 2 malam, belum lagi saat lomba pasti ada aja yang pingsan. Tapi murid kita aman, bahkan bawa prestasi,” jelasnya.

Baca Juga: Pendekar Cingkrik Betawi, Masih Eksiskah?

Tak Kenal Putus Asa

Dalam pencak silat, tak hanya diajarkan teknik dan jurus demi memenangi sebuah perlombaan. Namun, juga pembentukan mental. Menariknya, Syahroni ternyata memiliki beberapa murid yang tak kenal putus asa dalam belajar pencak silat cingkrig.

Adalah Jeni. Salah seorang murid Syahroni yang rela berjalan kaki dari rumahnya di kawasan Kota Tua ke Grogol. Ya, dengan bangganya, Jeni melenggang berjalan kaki dengan sabuk pencak silat cingkrig di badannya. Perempuan berhijab ini menyatakan bahwa ia memang dasarnya adalah seorang yang suka berjalan kaki.

“Memang suka jalan, selepas jalan lalu langsung latihan juga tidak masalah. Masih kuat,” kata dia.

Ya, jalan kaki demi berlatih cingkrig sejauh kurang lebih 6 kilometer bisa saja dilakukan oleh semua orang bila dilakukan sekali atau dua kali. Namun, Jeni memastikan tiap hari berjalan kaki salama tiga tahun ia tergabung dalam perguruan.

Menurut Jeni, alasan lain yang menguatkan ia untuk jalan kaki adalah rasa kebersamaan bersama kawan-kawan di perguruan yang tinggi. “Jadi saya tidak jalan sendirian. Tapi ketemuan dengan kawan-kawan di suatu tempat lalu jalan bersama ke perguruan,” kata dia. admin

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.