“Perkara agama itu sama orang Betawi nggak ditinggalin,” kata Ustad Arie Ibnu Syam, pimpinan Sanggar Abi Kelana.
Ustad Ais, begitulah sapaan akrabnya. Kami berkesempatan untuk mengunjungi sanggarnya di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Suaranya yang menentramkan saat memberikan petuah dakwah membuat siapa saja tak mengira bahwa ia adalah pesilat Betawi.
Tak berlebihan jika Ustad Ais merupakan salah satu perwujudan dari lelaki Betawi yang menitikberatkan pada ilmu agama dan silat atau maen pukulan. Bahkan, ada juga pepatah yang menyatakan bahwa alangkah ruginya seorang anak laki-laki Betawi jika tidak bisa mengaji dan maen pukulan.
Pasalnya, orang-orang tua Betawi zaman dahulu, khususnya ayah dari perempuan sebelum menikahkan sang anak selalu berharap calon mempelai lelaki memiliki dua hal tersebut, yakni agama dan maen pukul.
Dunia maen pukul bukan hal baru bagi Ustad Ais. Sejak memasuki bangku sekolah dasar (SD) ia yang semula mengikuti pengajian kakenya, yakni Ustad Asmuni bin Murtani tiba-tiba diajak belajar silat Ki Atu. Kemudian, ia melanjutkan belajar silat Ki Jrimin dan Ki Atu dengan Muhammad Ali atau Bang Ali di tahun 1984.
Baca Juga: Melihat Lebih Dekat Sanggar Ki Djietoe Cawang
Sementara untuk awal mula pendirian sanggar berawal dari perkumpulan majelis ta’lim, pengajian dan hadrah yang sering ia adakan bersama teman-temannya tahun 2002. Niatan mendirikan sanggar itupun karena ia memang berniat mengikuti jejak gurunya, yakni Muhammad Ali atau Bang Ali. Adapun Bang Ali merupakan guru besar silat Ki Djietoe.
Nama Unik Sanggar
Menariknya, di awal-awal mendirikan sanggar, Ustad Ais sempat bingung memikirkan nama sanggar. Namun, di tengah kebingungannya itu, ia teringat kepada golok pemberian kawan seperguruannya yang ia anggap lucu dan unik. Nama Abi Kelana muncul saat ia mengamati gagang golok yang bersimbol ayam dililit ular, serta bagian sarung golok yang bersimbolkan naga.
“Maka saya teruskan jadi ayam biyan yang dililit ular naga yang kemudian disingkat menjadi Abi Kelana,” kata dia.
Ustad Ais sekaligus menyangkal bahwa golok tersebut memiliki kekuatan mistis sehingga mendekatkan pada syirik. “Padahal itu dari engkong teman seperguruan saya yang kemudian diberikan ke saya,” imbuh dia.
Karena berbasis dari perkumpulan majelis ta’lim, tak ayal jika selain kegiatan silat ada beberapa kegiatan lain, seperti pengajian, hadrah dan khatib. Adapun untuk jadwal latihannya silat setiap malam Sabtu, pengajian setiap malam Senin, Khatib setiap malam Jumat, dan di hari-hari lainnya, Ustad Ais menekankan agar murid-muridnya belajar agama di masjid.
“Memang kita harus menyelaraskan agama dan silat. Tidak belajar silat, tapi ngaji ya mereka baik. Tapi yang sulit ketika mereka silat tapi nggak ngaji. Maka ditakutkan mereka petentang petenteng, ngga ada adab,” pungkasnya. admin
Baca Juga: Perguruan Pencak Silat Cingkrig Kembang Cagak, Konsisten dalam Berprestasi