Selain silat, kehidupan masyarakat Betawi tak bisa dilepaskan dari kesenian lenong. Ya, tontonan yang kerap menyuguhkan cerita rakyat lengkap dengan bumbu-bumbu komedi itu masih menjadi hiburan masyarakat Betawi. Salah satu sanggar yang masih menggeluti teater sandiwara rakyat Betawi itu yakni Sanggar Sekojor Lima Kurung.
Ketua Sanggar Sekojor Lima Kurung, Bang Kimung menyatakan tradisi budaya Betawi tak hanya soal mengedepankan jawara atau jagoan silat, tapi juga mengapresiasi bentuk ekspresi. Seperti halnya lenong. Ia menyebut, bahkan tak setengah-setengah dalam mengajarkan seni lenong kepada murid-muridnya.
Berbeda halnya dengan teater yang mempunyai naskah, para pelakon lenong Betawi tak memiliki naskah atau plot sehingga bisa diimprovisasi kapan saja. Lenong dibagi menjadi dua, yakni lenong denes dan lenong preman.
Lenong denes lebih menekankan pada cerita-cerita tentang kerajaan dan lingkungan bangsawan. Sementara, lenong preman lebih mengisahkan tentang cerita pahlawan Betawi seperti Si Pitung.
Bang Kimung menyatakan dari awal dibentuknya sanggar, yakni pada 11 Maret tahun 2011 hingga saat ini Sanggar Sekojor Lima Kurung telah mempunyai delapan album lenong. Menariknya, menurut Bang Kimung, di antara semua sanggar di Jakarta, hanya Sanggar Sekojor Lima Kurung yang mempunyai album lenong.
Tak ayal, piagam penghargaan atas lenong preman dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Lembaga Kebudayaan Betawi, serta Dinas Kebudayaan Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Barat pernah disabetnya.
“Dengan adanya penghargaan ini sekaligus album cerita lenong dari Sekojor ini telah berbadan hukum dan diakui karya ciptannya,” kata dia kepada senibudayabetawi.com, Rabu (30/12).
Beberapa album lenongnya diantaranya Album Benda Pusaka dan Sorban Merah. Bang Kimung mengaku bahwa sanggar sering sekali menggali cerita-cerita zaman terdahulu dari sesepuh di daerah Joglo yang bernama Engkong Jaelani.
Silat Sekojor
Selain lenong, beberapa kegiatan seperti gambang kromong, sohibul hikayat, hadrah, palang pintu dan silat juga turut diajarkan di sanggar ini. Adapun untuk silatnya yang digunakan di sanggar ini yakni silat sekojor. Beberapa jurus dalam silat sekojor ini diantaranya saut debu, jalan langkah segitiga dan jurus lima langkah.
Silat yang berasal dari daerah Joglo, Jakarta Barat ini sudah ada sejak tahun 1828 yang dibawa oleh Kumpi Potol. Babah Amir, selaku guru besar Sanggar Sekojor Lima Kurung menyatakan Kumpi Potol mempunyai anak bernama Kong Nyaih. Kemudian, Kong Nyaih meneruskan ilmunya kepada murid-muridnya yakni G.J Nawi, Kong Simah, Kong Sadi Benjol, Baba Akel, Baba Abet, dan Baba Amir.
Nama Sanggar Sekojor Lima Kurung sendiri mengacu pada silat sekojor yang mempunyai ciri khas gerakan pukulan lurus atau lempeng—orang Betawi Joglo menyebut sekojor. “Sedangkan untuk nama lima kurung itu diambil dari salah satu jurus dalam silat sekojor ini,” kata dia. admin