Hikayat Palang Pintu

Hikayat Palang Pintu di Sanggar Gaya Bang Bens

“Sakit!” keluh lelaki berambut gondrong usai terjatuh terkena pukulan. Lawan mainnya pun menanggapi, “Makaya, cetek ilmu lu,” sahutnya seraya tertawa. Namun, sejurus kemudian lelaki berambut gondrong bangun dan melawan balik dengan dua tangannya yang lincah mencari celah sang lawan. Bukannya saling mengeluarkan jurus-jurus maut, mereka berdua justru saling terbahak saat dua wajah mereka bertemu—nyaris saling pukul. Itulah hikayat palang pintu di Sanggar Gaya Bang Bens

Sebelum saling adu silat mereka juga saling melempar pantun dengan logat khas Betawi asli. Ya, aksi silat dalam palang pintu yang mereka lakukan berbeda jauh dengan maen pukulan Betawi yang mencari pemenang jawara asli. Sebab,sesuai tujuannya, jawara perwakilan dari pihak mempelai lelaki dan perempuan sebatas peragaan.

Tak mengherankan jika dalam suatu tradisi palang pintu yang terlontar kebanyakan pantun-pantun serius hingga humor—mengikuti alur irama acara. Tentu diperlukan keahlian-keahlian khusus untuk saling melempar pantun dan beraksi silat. Anggota Sanggar Gaya Bang Bens, yakni Bang Beny menyatakan bahwa yang paling penting untuk menghidupkan palang pintu adalah pantun yang dibawakan.

“Kalau silat udah di luar kepala ya, tapi kalau pantun ini juga kondisional sifatnya. Sering kali saya spontan aja gitu,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com.

Ya, spontanitas menjadi ciri khas palang pintu dari sanggar yang didirikan sejak 1996 ini. Kepekaan Bang Beny untuk membuat pantun teruji melalui apa yang ia lihat dan ia rasakan saat pentas palang pintu. “Misalnya saat hujan gerimis dari pagi sampe malem. Maka mudah aja, hujan dari pagi sampe malam, noh pengantin nangis aje liat muke saye kayak bintang felm,” ujar dia sembari tertawa.

Nuansa terhibur langsung terasa saat Bang Beny meluncurkan pantun-pantun andalannya yang bersifat humoris. Tak mengherankan pula jika ia kerap kali disebut sebagai ikon sanggar ini. Sebab, penampilannya yang spontan selalu ditunggu-tunggu penggemar. Belum lagi rambut gondrongnya yang khas, semakin menguatkan karakter sosoknya yang kocak.

“Dulu malah di bagian atas botak, lalu bawah gondrong. Tapi karena banyak yang meniru akhirnya sekarang gondrong,” imbuhnya.

Sebutan nama sanggar, yakni Sanggar Gaya Bang Bens sendiri juga terinspirasi dari nama Bang Beny. Berkat permainan palang pintu pula, mereka tak hanya memainkan tradisi asli Betawi ini di sekitar Jabodetabek. Akan tetapi, juga luar Jawa, seperti Lampung.

Syarat Akan Makna

Bang Sehan selaku Ketua Sanggar Gaya Bang Bens mengungkap jauh sebelum palang pintunya dikenal seperti sekarang ini, perjuangan awal mula bermain palang pintu menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Pasalnya, sebelum memiliki sanggar, mereka hanya bermain palang pintu dari saudara satu ke yang lain bermodal baju koko, celana kain, serta batik boim.

“Itupun kami juga pernah hanya dibayar pakai berkat Betawi yang isinya kentang, ikan bandeng, serundeng. Kami sudah senang waktu itu,” kenangnya.

Kendati telah bermain palang pintu sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, tapi Bang Sehan memastikan beberapa pakem palang pintu harus selalu ada. Sebab, keberadaannya syarat akan makna. Misalnya, rebana ketimpring yang digunakan sebagai pengarak pengantin disertai pembacaan maulid merupakan bentuk pembacaan doa untuk keselamatan semua yang hadir.

Sementara, sirih dare yang didalamnya terdapat uang memiliki symbol cinta kasih suami kepada istrinya. Selanjutnya, silat yang merupakan symbol perlindungan yang sifatnya duniawi, sedangkan ngaji merupakan symbol perlindungan yang sifatnya akherat. “Oleh karena itu kenapa silat dan ngaji dalam Betawi tidak bisa dipisahkan,” imbuhnya.

Adapun Bang Sehan juga menyebut bahwa untuk penampilan MC dalam palang pintu juga sangat diperhatikan karena ada pakemnya. “Misalnya MC harus pakai beskap, demang yang kain songketnya tombak, bukan batik seperti yang dipakai kebanyakan,” kata dia.

Tak hanya palang pintu, dalam Sanggar Gaya Bang Bens ini juga terdapat kegiatan lain seperti lenong, marawis hingga silat. Adapun karena banyak anggota sanggar berasal dari beragam aliran silat maka silat yang diajarkan dalam perguruan ini juga beragam, seperti cingkrig dan beksi. admin

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.