Enam tahun pasca meninggalnya almarhum Mpok Nori tak hanya menjadi duka mendalam bagi keluarga, tapi juga pegiat kesenian Betawi. Mereka mengenang Mpok Nori–mengenang perjuangannya sekalipun ia telah tiada.
Bang Tata, yang merupakan pegiat lenong Betawi menyatakan mengenang Mpok Nori ibarat “menghidupkannya” kembali. Pasalnya, almarhum dikenal sebagai sosok yang gigih dan disiplin. Dalam suatu pertunjukan misalnya, pemain Malam Suro di Rumah Darmo ini selalu tepat waktu.
“Meski masih ada pemain yang belum datang, ia tinggal saja. Gua pimpinan, kalau gua kaga berangkat, ditanyain ama tuan rumah. Lu cuma pemain, ngaruh kaga, cakep kaga,” ujarnya menirukan almarhum Mpok Nori kepada senibudayabetawi.com.
Kemenakan Mpok Nori ini juga mengungkap bahwa sosok emak haji juga serius dalam berkesenian. “Misalnya kalau belum giliran pentas ya tidak boleh bercanda. Bercanda pas nglenong ya di panggung, dibayar,” kata dia.
Mpok Nori menghembuskan napas terakhirnya di usia 84 tahun. Jauh sebelum ia meninggal, gayanya yang khas masih akrab kita lihat di layar televisi—centil dan suaranya yang cempreng terdengar kencang. Belum lagi suitannya yang khas.
Sosok Mpok Nori
Engkar, putri bungsu justru mengungkap sosok emak dalam kehidupan sehari-hari yang berbanding terbalik sewaktu di panggung. Sosok yang jarang mengeluh dan cenderung diam. “Kalau kita berbuat salah paling diliatin. Diam. Padahal di panggung teriak-teriak. Pas sakit pun dia diam,” ujarnya.
Bak buah tak jauh jatuh dari pohonnya, kini gaya suara cempreng Mpok Nori juga menurun pada Engkar. Penerus Sanggar Si Noray ini juga mampu bersuara cempreng mengglegar. “Tapi suitannya yang belum,” ujarnya sembari tertawa.
Adapun Mpok Nori meninggal pada Jumat, 3 April 2015 karena mengidap penyakit kelainan paru-paru dan penurunan kesadaran karena usia lanjut. Sebelumnya Mpok Nori juga sempat dirawat selama dua pekan karena penyakit typus.
Awal karier Mpok Nori dimulai dari pentas lenong Betawi yang kemudian meluas bermain dalam serial ‘Pepesan Kosong’. Perempuan kelahiran Jakarta, 10 Agustus 1930 ini mewarisi darah seni dari ayahnya, yakni Baba Kinan yang juga pegiat seni Betawi. admin