Pakar Kuliner William Wongso pernah mengatakan, “Tak ada yang bernama makanan Indonesia”. Yang ada, hanyalah masakan atau makanan daerah. Tak ayal, jika nama makanan daerah terus menggaung seperti halnya cita rasanya yang khas. Ada makanan yang terus menerus tak pernah kehilangan peminat. Namun, ada pula makanan yang terpaksa terpinggirkan seiring dengan mulai sulitnya mencari komposisi bahannya. Salah satunya kuliner sayur babanci. Kali ini kita akan mengecap kuliner langka Betawi sayu babanci ini.
Memasuki Kafe Historia Kota Tua, Jakarta Barat serasa memasuki peradaban kuliner zaman dahulu. Bagaimana tidak, tepat ketika kita memasuki lorong depan, berbagai kekayaan rempah-rempah terpampang dalam toples besar. Harumnya aroma kayu manis, kapulaga, cengkeh, hingga kayu manis seolah masih terjaga sebagai pelengkap sajian khas Nusantara. Seperti halnya kuliner kuliner Betawi yang kaya rempah, yakni sayur babanci.
Sayur Langka
Tak hanya namanya yang terbilang unik, sayur ini juga mengandung bahan-bahan rempah yang mulai langka ditemukan. Chef Kafe Historia Kota Tua, Abdul menyatakan sayur babanci memang dulunya biasa digunakan sebagai sajian acara keagamaan umat Muslim. Nama babanci, sambung dia berasal dari ketidakjelasan– penggunaan kelapa muda (dikerok) yang biasa digunakan sebagai campuran es tapi digunakan untuk sayur ini. Versi lain menyebut, sayur ini tak jelas bentuknya–yang mirip soto tapi tidak memiliki rasa soto dan mirip juga dengan gulai tapi tak seperti gulai.
Yang menarik, kuliner Betawi ini kurang lebih menggunakan 28 bahan. Beberapa bahan seperti rempah-rempah bahkan nyaris susah ditemukan. “Misalnya kacang botor, kedaung dan tahi angin. Tahi angin ini kita beli dari Yogyakarta karena keterbatasan stok di Jakarta,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Jumat (12/3).
Adapun isian utama dari sayur babanci ini bukanlah sayur seperti kebanyakan. Namun, daging sapi. Menariknya, bukan daginglah yang menjadi bahan utama ciri khas yang menonjol dari bahan sayur babanci ini. “Yang harus ada justru kelapa. Semua bagian kelapa kita pakai di sini,” ujar dia.
Adapun bagian-bagian kelapa yang digunakan yakni daging kelapa muda sebagai bahan isian, air kelapa muda, santan, serta kelapa yang telah disangrai. Pantas saja, rasa gurih asam dan manis campur jadi satu saat menyantap sensasi unik dari sayur langka Betawi ini. Chef Abdul juga menyebut bahwa sayur babanci sebenarnya biasa dihidangkan bersama lontong atau ketupat. Namun, seiring perkembangannya sayur ini disajikan bersama nasi.
Mengedukasi Wisatawan
Biasa dihidangkan beserta taburan kelapa sangrai, sambal dan sambal serta kecap, sayur babanci biasa dihargai Rp 50ribu untuk setiap porsi. Lelaki yang telah enam tahun bekerja di Kafe Historia ini juga menyebut sayur ini biasa dikenalkan kepada wisatawan dalam maupun luar Negeri saat bertandang ke Kota Tua.
Dia juga mengungkap keterbukaannya terhadap para wisatawan yang berkunjung dan inginmengetahui lebih dalam sayur babanci ini. Beberapa wisatawan, terutama dari luar Negeri sangat tertarik untuk mengenal sayur yang kaya rempah ini. “Ini sekaligus memperkenalkan dan kita tetap melestarikan kuliner Betawi yang mulai langka ini kepada mereka,” ujar dia.
Dilihat dari penggunaan bumbu dan rempahnya, sajian ini merupakan akultutasi 3 budaya, yaitu Arab, Tionghoa, dan Betawi. Pengaruh Arab ada dalam penggunaan rempah seperti jintan, pengaruh Tionghoa konon karena dulunya makanan ini banyak dimasak oleh masyarakat Tionghoa-Betawi, dan pengaruh asli Betawi ada pada penggunaan rempah unik seperti botor, kedaung, dan tai angin.
Sayur Babanci merupakan salah satu sajian andalan untuk mengisi meja Lebaran masyarakat Betawi Tengah, seperti wilayah Kemayoran, Cempaka Putih, Tanah Abang, dan Kebon Sirih, yang secara administratif kini berada di kawasan Jakarta Pusat. Meski di beberapa wilayah lain ada beberapa masyarakat yang juga mengenal sajian ini, namun bisa dibilang bahwa penyebarannya terkonsentrasi di wilayah Betawi Tengah. admin.
Ingin Mengecap Kuliner Langka Betawi Sayur Babanci ?Kunjungi Kafe Historia di Kawasan Kota Tua
Taman Fatahillah, RT.7/RW.7, Pinangsia, Kota Jakarta Barat, Jakarta