Bubur Ase Betawi Bang Lopi Bercita Rasa Nostalgia

Bubur Ase Betawi Bang Lopi Bercita Rasa Nostalgia

Beragam cara dilakukan untuk menghidangkan sarapan spesial menyambut pagi hari. Menu sarapan khas Nusantara tak kalah ketinggalan, selalu diburu. Tampak saat pagi hari, para pedagang kaki lima berjejer menjajakan nasi uduk, menu sarapannya orang Betawi. Perkarannya, jika perut belum mau menerima makan nasi, pilihan paling tepat yakni bubur. Siapa bilang Betawi tak punya bubur? Bubur Ase Betawi jawabannya.

Berbeda dengan bubur-bubur yang biasanya ada di pinggir jalan, seperti bubur ayam khas Cianjur maupun Cirebon, bubur ase merupakan makanan asli khas Betawi. Karakteristiknya yang berbeda jauh dari bubur dengan suwiran ayam dengan kacang kedelai goreng biasa membuat bubur ase cepat dikenal. Kendati demikian, kuliner ini terbilang cukup sulit ditemukan dibanding bubur ayam biasa.

Seperti halnya namanya, ase merupakan singkatan dari asinan dan semur daging Betawi. Lembutnya bubur dipadu dengan gurihnya kuah semur daging dan segarnya asinan Betawi semakin menggugah selera. Terlebih potongan daging sapi dan kentang.

Nostalgia Rasa

Bubur ase Bang Lopi yang dikenal sejak tahun 1960 merupakan salah satu penjual bubur ase yang masih eksis. Ia menyebut, resep yang diturunkan turun temurun dari keluarganya. Beberapa bumbu dalam pembuatan bubur ase diantaranya biji pala, kemiri, bawang putih, serta lada.

Pemilihan bahan dan bumbunya terbilang cukup diperhatikan oleh Bang Lopi karena ia telah mewarisi resep dari ibunya yang sejak dulu menjual Bubur Ase. Tak ayal jika sensasi rasa bubur ase Bang Lopi masih sama. Menurut Bang Lopi cukup banyak diantara pelanggan yang sengaja ingin bernostalgia mencicipi kuliner langka Betawi ini.

“Banyak pelanggan-pelanggan dari ibu dulu yang sengaja datang dari jauh lalu mampir ke sini. Seperti nostalgia sih kalau kata mereka,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com, Senin (22/3).

Tak hanya itu, sensasi asinan yang tak lepas dari kuliner Betawi juga begitu terasa. Sawi asin, toge, mentimun dan wortel berpadu dengan bumbunya asin manis pedas yang segar. Kombinasi buburnya yang meriah semakin pas di lidah.

Bang Lopi mengaku bahwa memang untuk saat ini bubur ase telah langka ditemukan. Ini tak lain karena peminat dari kuliner Betawi asli ini yang telah bergeser ke jenis kuliner lain. Kendati demikian, hal itu tak menyurutkan niatnya untuk terus melestarikan kuliner ini.

“Bukan semata karena keuntungan ya, tapi untuk melestarikan makananan yang mulai langka ini,” kata dia.

Diketahui bubur ase biasa ditemukan dan cukup populer di kawasan Kebon Kacang-Tanah Abang, Pasar Gandaria. Itu karena kuliner ini dulunya biasa dinikmati sebagian masyarakat Betawi Tengah. Dikenal sebagai ‘bubur dingin’ karena menyantapnya dalam keadaaan dingin, tak panas seperti bubur pada umumnya.

Bubur Sakral Pengaruh dari Tiga Kebudayaan

Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra menyebut bubur dalam budaya Betawi memiliki makna tersendiri. Bubur menjadi salah satu sajian yang memiliki makna sakral sebab sering menjadi salah satu menu yang hadir dalam upacara-upacara adat. Misalnya, dalam Sedekah Bumi.

Menilik dari bahan yang digunakan, hidangan ini menggambarkan kebudayaan masyarakat Betawi yang multikultur. Setidaknya, sambung Bang Yahya ada tiga unsur kebudayaan yakni Tionghoa, Timur Tengah serta Eropa. Beberapa makanan yang dibawa atau dikembangkan pendatang Tionghoa yang ada dalam bubur ase yakni taoge, tahu dan kecap. Sementara pengaruh Eropa terekam dalam semur dalam Bahasa Belanda, Smoor.

Sementara, pengaruh dari Timur Tengah tampak pada penggunaan bumbu dan rempah-rempah yang digunakan. Perpaduan tiga budaya ini oleh masyarakat lokal diracik menjadi hidangan semur Betawi yang terkenal hingga saat ini. admin.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.