Perkampungan Budaya Betawi Lolos Anugerah Desa Wisata Indonesia

Ramadan Tiba, Tradisi Nyorog Betawi tak Hilang Ditelan Zaman

Bulan Ramadan akan jatuh dalam hitungan hari. Berbagai daerah berlomba-lomba merayakan sekaligus menyambut dengan tradisi khas masing-masing begitu bulan suci Ramadan tiba.

Betawi sendiri lekat dengan nilai-nilai religius Islam yang kuat. Salah satu tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadan yaitu tradisi nyorog. Lazimnya dilakukan oleh keluarga paling muda untuk mendatangi tokoh-tokoh yang dituakan atau keluarga yang lebih tua di kampungnya.

Ketua RT 5/ 10 Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Bang Achmad Muhammad menyatakan bahwa di wilayahnya, tradisi ini masih ada dan tetap lestari. Biasanya, ujar dia dalam nyorog, keluarga paling muda membawa makanan di dalam rantang dan diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua.

“Tradisi nyorog itu masih ada, terutama pada orang Betawi pinggiran maupun tengah. Yang pasti mereka yang lebih muda bawa makanan, biasanya ketupat sayur atau bebas saja ke yang lebih tua,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com, Rabu (7/4).

Tradisi nyorog telah lama dilakukan oleh orang Betawi asli sebagai pengingat memasuki bulan Ramadan. Selain itu, tradisi ini juga dilakukan sebagai momen silaturahmi bermaafan sebelum memasuki bulan Ramadan.

Senada, pengurus Unit Pengelola Kawasan Setu Babakan, Bukhori menyatakan di kawasan Setu Babakan sendiri, masih banyak orang Betawi yang melakukan tradisi ini. Tak hanya membawa rantang berisi makanan, orang Betawi dulu, sambung dia juga menambahkan tembakau rokok hingga sirup.

“Biasanya rantang berisi nasi, semur daging kerbau, sayur godong ditambah tembakau rokok dan sirup,” ujarnya.

Tak Hanya Ramadan

Adapun tradisi nyorog sebenarnya tak hanya dilakukan menjelang Ramadan tiba. Akan tetapi, biasa dilakukan dalam pernikahan Betawi. Sebelum lamaran, sorogan diberikan  dari pihak mempelai lelaki ke mempelai perempuan, biasanya berbentuk bahan makanan disertai dengan bingkisan. “Diberikan dari pihak keluarga mempelai lelaki ntuk mengikat mempelai perempuan yang akan menikah,” imbuhnya.

Kendati demikian, tak dapat dimungkiri bahwa seiring perkembangan zaman, tradisi yang dilakukan memasuki Bulan Ramadan ini mulai jarang dilakukan. Dewi, perempuan Betawi asli mengungkap bahwa tradisi sorogran hanya dilakukan apabila memang pihak keluarga muda memiliki rejeki berlebih.

“Jadi tidak ada kewajiban haru memberi berapa jumlah atau nominalnya. Kalau memang tak punya rejeki berlebih, yaudah,” pungkasnya. 

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.