Tak Perlu Menunggu Lebaran

Tak Perlu Menunggu Lebaran, Nikmatnya Berbuka Puasa dengan Tape Uli Betawi

Bulan suci Ramadan boleh saja masih memasuki awal bulan. Namun, antusiasme masyarakat dalam merayakan momen berbuka puasa sangat tinggi. Terbukti, beragam jajanan kuliner nyaris tumpah ruah tersedia. Bahkan, jajanan atau kudapan yang jarang ditemui, seperti halnya tape uli. Tak perlu menunggu Lebaran, kita bisa menikmatinya sebagai kudapan takjil berbuka puasa.

Sudah menjadi tradisi masyarakat Betawi bahwa tape uli merupakan penganan wajib saat Lebaran tiba. Biasanya, perpaduan tape dan uli ini disajikan di meja. Kini, tak perlu menunggu Lebaran untuk bisa mencicipi kudapan yang menyimbolkan kebersamaan ini. Segar gurihnya tape uli bisa dinikmati di salah satu pusat takjil di Jalan Anggrek, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Adalah Mpok Yati, penjual tape uli. Perempuan berusia 42 tahun ini mengaku membuat tape uli sendiri. Di luar Bulan Ramadan, ia biasa menerima pesanan pembuatan tape uli. “Tapi kalau Ramadan seperti ini justru banyak yang cari (tape uli). Yaudah, kita bikin setiap hari,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Kamis (15/4).

Dalam sehari, ia bisa membuat tujuh hingga 10 buah uli yang dibungkus dengan daun pisang. Adapun sebungkus uli bersama tapenya biasa dihargai Rp 25ribu. Tangan dinginnya telah terbiasa membuat jajanan khas Betawi ini. Diketahui meski sama-sama berbahan dasar ketan, uli memanfaatkan ketan putih, sedangkan tape memakai ketan hitam.

Bahan pembuatannya uli yakni beras ketan putih, kelapa parut, serta garam. Pertama, sambung Mpok Yati ketan dicuci bersih lalu direndam di air lalu dimasak sekitar dua hingga enam jam. Ketan yang telah masak itu kemudian dicampur parutan kelapa dan garam lalu ditumbuk hingga halus. Uli yang telah jadi biasa dibungkus dengan daun pisang.

“Sedangkan kalau bikin tape ketan itu ketan dikukus lalu diragiin. Udah, didiemin beberapa hari,” ujarnya.

Tape Uli di Betawi

Uniknya, ada beberapa pantangan yang dipercaya oleh masyarakat Betawi dalam membuat uli. Mpok Yati menyatakan bahwa perempuan yang akan membuat uli haruslah bersih secara lahir dan batin. Bersih secara batin bisa dimaknai tak berpikiran maupun berbuat jahat.

Sementara bersih secara lahir dimaknai perempuan pembuat tape uli tak berada dalam fase menstruasi. Selain itu, perempuan juga tak boleh berhubungan badan sebelum pembuatan.

“Kalau ngga ‘;bersih’, bisa gagal dia bikinnya. Karena tidak boleh asal. Itu yang diajarkan oleh orang-orang jaman dulu,” kata dia.

Konon, beberapa versi lain menyebut bahwa tape uli juga menyimbolkan kebersamaan antara perempuan dan lelaki. Begitu menjelang Lebaran, masyarakat Betawi tempo dulu akan membuat tape uli diiringi dengan pemotongan kerbau.

Proses pembuatannya yang melibatkan perempuan dan lelaki menyimbolkan gotong royong untuk menguatkan kebersamaan. (dan)

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.