Menilik Jejak Sejarah Masjid Tambora– Dikenal sebagai salah satu masjid tertua di Ibu Kota, Masjid Jami Tambora berada di Kelurahan Tambora, Jakarta Barat. Tentu, dalam nama Tambora yang disematkan pada masjid yang didirikan sejak 300 tahun yang lalu ini teriring sejarah panjang di dalamnya.
Dari kejauhan, fasad bernuansa “old” sangat terlihat mencolok. Ini terlihat dari keramik berwarna batu bata yang memang mendominasi. Di sisi-sisi lain, ornamen gigi balang juga tampak kental. Beberapa ornamen Tionghoa juga tak ketinggalan.
Anggota Sie Pendidikan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Tambora Muhammad Zubaedi Sumarna menyatakan ini tak lain karena letak Masjid Tambora yang dekat dengan kawasan Pecinan, Glodok.
“Misalnya terlihat mencolok di dekat makam KH Moestoyib dan Ki Daeng. Ada tiang keramik di dalamnya, lalu juga di bagian pintu,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Selasa (4/5).
Ya, Masjid Jami Tambora hadir karena tak lepas dari perjuangan dua tokoh agama, yakni KH Moestoyib dan Ki Daeng. Dua tokoh ini berasal dari Ujung Padang dan lama tinggal di Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menyebarkan Agama Islam. Nama Tambora sendiri merujuk pada sebuah Gunung Tambora.
Jejak Sejarah
Namun, pada tahun 1176 H (1756 M), KH Moestojib dan Ki Daeng dikirim ke Batavia—sekarang Jakarta oleh kompeni Belanda karena menentang dan dihukum paksa selama lima tahun. Pasca dihukum, mereka berdua tak bisa kembali ke Sumbawa karena bertepatan dengan meletusnya Gunung Tambora. Alhasil, keduanya membangun masjid yang bernama Masjid Tambora.
Muhammad Zubaedi menyebut, setelah masjid berdiri, pergerakan KH Moestojib dan Ki Daeng masih juga diawasi oleh kompeni Belanda. Bahkan, tak jarang mereka diawasi. Kali Krukut—dulunya masih lebar turut menjadi saksi patroli yang kerap dilakukan oleh pihak kompeni.
“Dulu mereka (kompeni Belanda) selalu membawa kapal dan mencari-cari KH Moestojib dan Ki Daeng di masjid ini. Tapi mereka berdua selalu tak ditemukan,” ungkap lelaki yang akrab disapa Bang Didi ini.
Ternyata, mereka berdua bersembunyi di balik kubah masjid. Mereka berdua kerap kali mengintai kalau-kalau kompeni Belanda datang. Menurut Bang Didi, tempat persembunyian di balik kubah itu memiliki tangga penghubung langsung dari bawah. Namun, pasca dilakukan renovasi, tangga di bawah dihilangkan.
Dua Makam di Depan Masjid Tambora
Sebagai bentuk penghormatan, dua makam tokoh KH Moestojib dan Ki Daeng diletakkan di depan Masjid Tambora. Dua pendiri masjid ini meninggal sekitar 1836.
Menurut Bang Didi, dua makam tersebut juga kerap kali didatangi peziarah dari berbagai daerah. Meski tak seramai makam-makam wali, tapi hampir tiap hari selalu ada peziarah datang. “Yang pasti mereka bukan untuk syirik, tapi memang berziarah mencari berkah juga,” ungkapnya.
Perjalanan menilik jejak sejarah Masjid Tambora pasca dipimpin oleh KH Moestodjib dilanjutkan oleh Imam Saiddin. Setelah itu terjadi beberapa kali pergantian pimpinan terakhir pada 1370 H (1950 M) pimpinan dipegang oleh Madsupi dan kawan-kawannya di Gang Tambora.
Tahun 1945, masjid sempat dijadikan markas perjuangan melawan tentara Netherland Indies Civil Administrations (NICA) hingga masjid pernah diserang oleh tentara NICA. Kemudian, perawatan dan perlindungan masjid diemban Yayasan Masjid Jami Tambora yang dikuati oleh Haji Memed (1959). (dan)