Menikmati Roti Buaya Ala Milenial

Menikmati Roti Buaya Ala Milenial di Cap Roti Buaya

Gerobak roti beroda tiga berwarna merah putih itu begitu menarik perhatian. Bagaimana tidak, didesain ala font tulisan jadul bertuliskan Cap Roti Buaya dan sekeranjang roti di sebelahnya. Pemandangan kontras dibanding deretan gerai usaha lain di kawasan m bloc, Jakarta Selatan. Sensasi khas vintage sangat terasa. Sebab, sang owner vokalis band Naif yakni David Bayu mengerti betul bagaimana menikmati roti buaya ala milenial di zaman sekarang.

Roti buaya sebagai salah satu kudapan khas Betawi tak lepas dari sejarahnya sebagai seserahan mempelai lelaki kepada perempuan. Roti berbentuk buaya ini sangat sakral sebagai simbol ungkapan kesetiaan.

Konon, sejarah awal roti ini juga terinspirasi dari perilaku buaya yang hanya kawin sekali seumur hidup. Tak ayal, saat acara seserahan berlangsung, sepasang roti buaya berukuran besar dan kecil hadir dengan segenap pemaknaan masyarakat Betawi. Pemaknaan ini justru berkebalikan dengan sebutan ‘buaya darat’ yang dikenal luas memiliki arti tak setia.

Roti Buaya dan Buaya Darat Bersatu

Namun, pemaknaan kesetiaan atau tidaknya buaya bisa terlihat menyatu di gerobak Cap Roti Buaya. Ya, gerai yang telah berdiri sejak satu tahun lalu ini menyediakan berbagai menu roti buaya lengkap dengan variasi topping-nya. Beberapa menu andalan misalnya roti buaya darat dengan variasi topping (alpukat, matcha, pisang, coklat, dan tiramisu). Menu lain yakni roti buaya manis dengan pilihan topping Nutella, tiramisu Regal, kacang nougat, kieju Wijsmani serta roti buaya asin (rasa abon asoy dan garlic butter).

Alfan Al Jazuli, selaku pegawai Cap Buaya menyatakan bahwa awalnya gerai ini dibuka karena keresahan sang owner, David Bayu yang kesulitan menemukan roti buaya. Sementara, sambungnya roti buaya hanya ada di acara perkawinan. Akhirnya di bulan Agustus 2020, berdirilah gerai roti buaya kekinian ini dengan beragam variasi menu.

“Yang membedakan antara menu satu dan lainnya hanya topping saja. Bahan dasar dan rasa rotinya sama semua, hanya penyebutannya yang beda,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Rabu (19/5).

Beragam variasi topping tersebut memang disesuaikan dengan cita rasa generasi milineal. Alasannya cukup sederhana, agar generasi muda ini tak lupa dengan roti legendaris khas Betawi. Dengan cita rasa kekinian dan design gerai yang tak kalah klasik, tradisi menikmati roti buaya ala milenial bukanlah satu hal yang tak mungkin.

Terbukti, saat senibudayabetawi.com berkunjung, beberapa pengunjung yang rata-rata generasi muda itu tak segan untuk ber-selfie ria di depan gerai. Tak ketinggalan, mereka juga menenteng roti buaya dengan wajah sumringah.

Hingga saat ini Cap Buaya telah mendirikan cabang lain di Kota Bandung sebanyak tiga gerai. Alfan menyatakan pengunjung mencapai puncaknya saat libur weekend telah tiba. Mereka juga biasa memesan roti buaya dengan sebotol Kopi Yahud. Harganya lumayan terjangkau, Rp 20ribu untuk semua menu roti buaya dan Kopi Yahud. Admin

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.