Kekayaan seni budaya khususnya Betawi sangat beragam. Salah satunya yaitu maen pukulan atau silat Betawi. Perkembangannya yang pesat tak lepas dari peranan tiap guru-guru besar pengembangnya. Begitu pula dengan nasib salah satu aliran silat deprok yang selalu berkembang. Pada kesempatan kali ini kita akan mengenal sanggar silat deprok.
Adalah Syaiful Bahri, pendiri sekaligus ketua Sanggar Silat Deprok. Berpusat di Duren Sawit, Jakarta Timur, Sayiful telah melestarikan eksistensi silat deprok sejak tahun 1991 lalu. Pertama kali ia memperoleh silat deprok ini yaitu dari sang kakek, Kong Mugeni bin Saidi. Kemudian ia juga berguru dengan Ustad Mahyullah.
“Kalau orang Betawi dulu yang penting maen aja, belum ada namanya silat deprok. Baru tahun 2008 kita resmi memakai nama itu,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Kamis (20/5).
Lain halnya dengan silat Betawi lain, silat deprok menurut Bang Syaiful memiliki karakteristik tersendiri. Dinamakan silat deprok karena sesuai namanya, gerak dalam silat ini didominasi gerakan deprok. Deprok merupakan posisi badan nyaris duduk di lantai dengan kedua kaki terlipat di satu sisi (kiri dan kanan).
Ciri Khas
Menariknya, dalam silat deprok ini menurut Bang Syaiful kuda-kuda yang digunakan juga sangat rendah. “Tak hanya setengah, tapi lebih rendah lagi. Bahkan sampai jarak antara pantat dan tanah hanya sejengkal,” tutur dia.
Silat deprok memiliki tiga tahapan tingkat yang harus dilalui, yakni tahapan satu, tahapan dua, dan tahapan tiga. Adapun di setiap tahapan memiliki gerakan masing-masing. Misalnya, dalam tahapan satu ada gerakan Dasaran 1, Dasaran 2, Enam Pecah Tujuh, Tiga Pecah Tujuh, dan Langkah 12 serta Pukul Cenong.
Silat deprok juga memiliki beragam gerakan Kembangan yang menarik saat atraksi atau pentas. Selain silat, sanggar ini juga memiliki kegiatan lain seperti hadrah dan palang pintu. Tak tanggung-tanggung, bahkan palang pintu mereka juga pernah diundang ke acara musik di salah satu stasiun televisi.
Bang Syaiful yakin bahwa dengan tetap melestarikan silat deprok makai a turut melestarikan seni budaya Betawi. Termasuk visinya untuk mengajak generasi muda terus aktif di dalamnya. Hingga kini sanggar ini telah memiliki cabang, yakni di Sukapura, Bekasi, dan Kender, Jakarta Timur. (dan)