Eksistensi Perguruan Maen Pukul Bandul Potong Condet

Eksistensi Perguruan Maen Pukul Bandul Potong Condet

Condet, Jakarta Timur tak hanya terkenal karena salaknya sebagai maskot Ibu Kota Jakarta di era 1970-an. Sama dengan daerah-daerah Betawi lainnya, kawasan ini juga turut menjadi saksi perkembangan maen pukulan Betawi. Salah satunya bisa terlihat melalui eksistensi Perguruan Maen Pukul Bandul Potong Condet.

Tepat 24 tahun yang lalu Perguruan Maen Pukul Bandul Potong Condet ini berdiri. Digawangi oleh sang guru besar yaitu Kasmat Pulhulawa pada 27 Maret 1997. Lelaki yang akrab disapa Babe Yadi ini mengatakan bahwa maen pukul Bandul Potong merupakan silat Betawi asli. “Saya terima ijazah dari guru saya yaitu Kong Haji Amat di Jakarta Utara lalu saya kembangkan di sini,” ungkapnya kepada senibudayabetawi.com beberapa waktu lalu.

Sesuai namanya aliran silat ini mengacu pada gerakan mengambil air di sumur–yakni dengan cara membandul dilanjutkan dengan memotong. Adapun bandul merupakan bagian pemberat saat menimba air di sumur. Dahulu, istilah bandul kerap disandingkan dengan senggot. Senggot merupakan alat timba yang berasal dari bambu.

Hal senada juga terlihat pada logo perguruan ini, terdapat dua tangan yang tengah membandul dan memotong. Bang Yadi mengungkap,adanya gerakan bandul potong akan memungkinkan kita tak langsung menyerang lawan. Namun, lebih memanipulasi lawan agar terus mengeluarkan jurus-jurus yang mereka miliki. “Tapi begitu kita udah tahu pergerakannya, langsung kita lawan,” ungkap lelaki berusia 65 tahun ini.

Ciri Khas

Menariknya, bukannya langsung menyerang lawan dengan cara memukul. Saat Bang Yadi mempraktekkan maenannya itu, ia justru banyak menangkis dan mendorong gerakan lawan. Namun, begitu tangan lawan telah sampai sejengkal, ia langusng menyerangnya. “Itu karena gerakan ini sangat kental dengan silat Betawi yang memang tak langsung menyerang,” ujar lelaki yang juga hobi musik gambus ini.

Dalam maen pukulan ini terdapat 120 gerakan yang dikembangkan menjadi 82 jurus. Pada jurus pertama misalnya, ada 36 gerakan, sedangkan jurus kedua ada 20 gerakan. Beberapa nama gerakan diantaranya Bandulan Seliwa, Godoran, Untusan Sikut, Timpukan, serta Besetan.

Babe Yadi mengakui tak mudah untuk cepat belajar maen pukulan ini. Pasalnya, gerakannya sangat khas dan terbilang sulit dibanding silat lain. Misalnya, untuk kuda-kuda kaki yang digunakan haruslah pendek dengan batas antara tubuh dan tanah satu jengkal saja. Demikian pula ada tingkatan warna sabuk yang harus dilalui oleh murid-muridnya. “Di situlah tantangannya karena tak mudah juga mengajar anak-anak zaman sekarang,” imbuhnya.

Tantangan Mengajar

Mengajar maen pukulan pada zaman sekarang, sambungnya tak bisa disamakan dengan zaman dahulu. Dahulu, Babe Yadi tak akan diperbolehkan bermain jurus sebelum kuda-kuda kakinya dalam posisi yang benar. Ia menyebut membutuhkan waktu selama tiga bulan lamanya untuk memasang kuda-kuda yang pas. “Kalau anak zaman sekarang dengan cara itu pasti pada pulang tidak mau belajar. Makanya, harus banyak sabar dalam mengajar,” tutur lelaki yang juga ahli maen pukulan Ki Atu, Ki Jrimin, Silat Deprok, serta maen pukulan Bandul Kocok ini.

Warna sabuk itu, sambung Babe Yadi memiliki makna filosofis mendalam. Misalnya, sabuk awal berwana hitam bermakna sebelum dilahirkan di dunia seseorang harus berada dalam ruang gelap rahim ibu. Kemudian diteruskan sabuk warna cokelat yang bermakna seseorang telah menyatu dengan bumi.

Sabuk ketiga yaitu warna hijau yang menyimbolkan alam. Selanjutnya, yakni sabuk berwana kuning manik yang menyimbolkan pusat tata surya berupa matahari. Sabuk kelima yaitu warna merah yang menyimbolkan darah dalam diri seseorang. Terakhir yakni sabuk berwarna putih yang melambangkan kesucian.

Ingin bergabung demi Eksistensi Perguruan Maen Pukul Bandul Potong Condet?

Hubungi kontak Babe Yadi: 081317250633

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.