Begini Cerita Hadi Tentang Penjual Selendang Mayang Zaman Dahulu–Biasa dipikul sembari berkeliling di sekitaran gang-gang kecil kampung. Begitulah cara penjual selendang mayang menjajakan makanan khas Betawi ini. Hadi, salah satu penjual selendang mayang menyebut dahulu mereka biasa mengenakan selendang dan baju pangsi ala jawara berkeliling kampung.
Jajanan serupa puding yang biasa disajikan dengan santan dan gula merah ini ternyata tak asal kuliner. Riwayat keberadaannya menyimpan sejarah tersendiri. Mengutip laman Warisan Budaya Tak Benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), warna-warna selendang mayang (merah, putih dan hijau) merupakan warna khas dari masyarakat Betawi— dari beragam warna kebudayaan Negara lain.
Misalnya warna merah yang berhubungan dengan Tiongkok, warna kuning yang merupakan warna khas Melayu, dan hijau yang kerap diidentifikasi Arab. Sementara ‘mayang’ memiliki arti kenyal dan manis. Perpaduan gurihnya santan dan manisnya gula cair harmonis dengan kenyalnya selendang mayang—minuman yang pas di tengah terik matahari.
Penjual Selendang Mayang Dahulu
Selain versi itu, ternyata jajanan ini juga punya versi lain. Hadi, penjual es selendang mayang di kawasan Kelurahan Cipulir, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan menyebut karena warnanya yang khas itu juga dijadikan sebagai selendang abang-abang yang menjajakannya. “Warna selendang yang dikenakan sama, merah, putih dan hijau. Mereka berkeliling sambil pakai pakaian jawara,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Senin (7/6).
Yang tak kalah menarik, semua penjual selendang mayang dahulu juga menjajakannya dengan cara dipikul. Berbeda dengan penjual selendang mayang sekarang yang banyak menggunakan gerobak. “Itu tak lain karena dahulu jalanan Jakarta masih belum rata. Kalau pakai gerobak, nanti rawan jatuh. Beda dengan sekarang yang udah rata, jadi aman saja pakai gerobak dorong,” beber lelaki yang telah menggeluti usaha ini 10 tahun yang lalu.
Hadi menyatakan, tak mudah untuk mengenalkan jajanan jaman dahulu ini kepada generasi muda zaman sekarang. Terlebih, di tengah maraknya jajanan instan yang lebih kekinian. Melalui narasi begini cerita Hadi tentang penjual selendang mayang zaman dahulu ini, ia ingin menyebarkan riwayat jajanan ini. “Kalau bukan kita sebagai orang Betawi yang melestarikan kuliner ini, siapa lagi kan,” pungkas dia.