Kadis Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana mengungkap pelibatan peseni krusial seiring perkembangan sebuah kota, seperti halnya Jakarta. Ekspresi kreativitasitu harus dipastikan fasilitasnya guna membangun ekosistem berkesenian di DKI Jakarta. Hal itu sesuai Instruksi Gubernur Nomor 45 Tahun 2020 tentang Penciptaan dan Pengembangan Ekosistem Berkesenian di DKI Jakarta.
“Kalau kita membangun sebuah kota tapi seniman dan sastrawan tak terlibat, ibarat jasad tanpa jiwa,” ujarnya dalam acara Sastra Semesta di Taman Benyamin Suaeb, Minggu (14/6).
Iwan menyebut, perkembangan kota merupakan hal yang tak bisa disangkal seiring keinginan kota tersebut untuk maju peradabannya. Dalam hal itu, di sinilah peran penting seniman dan sastrawan untuk merekamnya. “Seniman dan sastrawan harus mampu mengisi “ruang kotak” yang berjalan seiring perkembangan sebuah kota,” imbuhnya.
Pernyataan Iwan sekaligus menyusul acara dalam menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) DKI Jakarta ke-494 yang jatuh pada 22 Juni nanti. Bertemakan ‘Ekspresi Seni Jakarta’, Sastra Semesta tak hanya menggandeng pegiat sastra. Namun juga pegiat seni. Mereka menampilkan empat nara sumber dalam diskusi seni, sembilan pembacaan puisi, serta empat penampil kesenian.
“Sengaja kita rancang konsepnya sesuai usia Jakarta, 494. Empat narasumber, sembilan pembacaan puisi, serta empat penampil kesenian,” ungkap Koordinator Sastra Semesta, Ireng Halimun.
Dalam komunitas seniman dan sastrawan sendiri, sambung Ireng selama ini terpecah-pecah dalam kelompok-kelompok. Alhasil, acara ini merupakan ikhtiar untuk menyatukan mereka dalam satu visi yang sama. “Pergaulan peseni selama ini terpecah-pecah. Pelukis hanya sesama pelukis, musisi dengan musisi, sastrawan dengan sastrawan. Makanya kita di sini berdiskusi bersama agar satu suara,” ujarnya.
Beberapa komunitas yang digandeng diantaranya Yayasan Kampung Silat Petukangan, Unit Kesenian Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, Komunitas Pelukis dan Pekerja Seni Indonesia, Sanggar Ragam Budaya Nusantara, serta Sanggar Matahari.