Ya Allah ya Rabbi
Nyari untung biar lebi
Biar bisa pegi haji
Jiarah kuburan Nabi
Pantun dan Ulama Betawi— Pantun telah menjadi bagian dari seni budaya Betawi. Tak hanya dimainkan oleh para sastrawan, pantun mampu melintasi batas, merasuk ke seluruh stratifikasi sosial Betawi. Pemain lenong, nelayan, panjak, pelele hingga ulama akrab dengan sastra Melayu ini. bahkan, zaman dahulu hampir semua jenis permainan anak-anak terdapat pantun yang dinyanyikan bersama.
Ulama Betawi misalnya yang biasa mengajarkan Al-Quran, bahasa Arab, hingga FIqh tak jarang menyelipkan pantun di dalamnya. Tujuannya tak lain agar lebih variatif dan menghibur. Ini tak lain karena semangat pantun Betawi baik sampiran maupun isinya cukup menyegarkan.
Kebanyakan, pantun-pantun yang dibwakan oleh para ulama Betawi bersifat nasihat. Misalnya, Ayun-ayun Siti Aise// Mandi di kali rambutnye base// Tidak sembahyang tidak pause// Di dalem kubur ade nyang sekse//.
Beberapa ulama Betawi yang akrab dengan pantun diantaranya M. Zainuddin M.Z hingga Kiai Ahmad Luthfi Fathullah yang menurunkan buku Pesan-pesan Nabi dalam Pantun Betawi. Pantun dan ulama Betawi memliki hubungan yang erat sejak zaman dahulu.
Perbedaan Pantun Betawi dan Nusantara
Ada perbedaan antara pantun Betawi dan pantun Nusantara. Pantun Betawi tak harus berisi empat baris. Menurut tokoh Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, struktur pantun Betawi tak mutak harus empat baris. Bisa kurang atau lebih. Pantun dua baris dan pendek merupakan pantun pengembangan yang disebut Karmina, sedangkan yang lebih dari enam baris disebut Talibun.
Sampiran merupakan kata-kata atau bunyi yang sifatnya sebagai pemanis. Sedangkan, isi pantun merupakan pesan yang ingin disampaikan. Bisa berupa sindiran, hiburan hingga nasihat.
Pantun Betawi yang terkait dengan maen pukulan biasa digunakan dalam palang pintu. Tak jarang, kata-kata yang digunakan dipengaruhi oleh latar belakang konteks sang jawara. Misalnya, dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya kampung pantun berasal.
Di Bekasi juga terdapat bentuk mirip dengan pantun yakni Situn. Situn merupakan singkatan dari puisi dan pantun. Tak berbeda jauh dengan pantun Betawi, hanya perbedaan yang paling menonjol pada dialek lokal Bekasi . Misalnya terdapat dalam contoh Situn Bekasi karangan Kong Guntur El Mogas. Daon kangkung kita gulain//dimasak rata daon selasi// Salamlikum abang mulain// Pembuka kata pantun orang Bekasi// Kelapa mateng isinya tombong// kelape nyeng tua, dimakan kampret// Baru dateng udah sombong// tar juga gua bakalan kepret//