Sosok penemu dan penerus maen pukulan Ki Atu disebut-sebut misterius. Selain sebagai salah satu penemu aliran maen pukul yang perempuan, riwayat kehidupannya sangat menarik dibahas. Konon, tak satu pun warga Kampung Asem yang mengetahui asal-usulnya sebagai penemu maen pukulan Ki Atu.
Sejatinya, maen pukulan Ki Atu diciptakan oleh perempuan bernama Ni Reme’. Sedangkan, Ki Atu berperan menyebarluaskannya. Namun, sosok Ki Atu lebih dikenal dibanding penemunya, Ni Reme’.
Masyarakat hanya tahu bahwa Ki Atu sebatas musafir sebatang kara. Julukan “Ki Atu” juga memiliki riwayat tersendiri. Ki merupakan panggilan singkat masyarakat Jawa untuk Aki (lelaki tua atau dituakan). Sedangkan, Atu merupakan potong letter lidah asli Betawi untuk menyebut angka satu.
Beberapa keturunannya menduga Ki Atu berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan yang kemudian mengembara ke Tanah Betawi. Sebagai perantau, ada kemungkinan Ki Atu sebelumnya telah menguasai maen pukulan yang berasal dari Makassar. Ia kemudian memadukaannya dengan maen pukulan yang diturunkan Ni Reme’ yang akhirnya terbentuklah silat Ki Atu.
Konon, Ki Atu sering dimintai oleh anggota laskar dan perjuangan kemerdekaan untuk membuat senjata andalan seperti bambu runcing. Sampai akhir hayatnya, ia mengembangkan maen pukulan ini hingga keluar Kampung Asem, seperti Cililitan, Kebon Nanas, Cawang, hingga Tanah Manisan. Ki Atu menghembuskan napas terakhir di tahun 50-an dan dimakamkan di tanah wakaf milik keluarga muridnya, yakni Ustad Nasan, di TPU Kampung Ase, Cipinang Asem, Jakarta Timur.
Sosok Ni Reme’
Ni Reme’ merupakan penduduk asli Kampung Asem. Suaminya terkenal temperamen dan ringan tangan. Sering kali, hanya kesalahan kecil, ia harus menjadi sasaran pukul sang suami.
Pada suatu pagi, Ni Reme’ mencuci beras di Sungai Kampung Asem. Saat membilas beras kedua kalinya, mendadak muncul seekor harimau yang tengah bergumul dengan kera putih. Keduanya saling serang hingga menghipnotis Ni Reme’. Waktu berlalu, hingga ia tak sadar bahwa matahari telah terbenam sedangkan pertarungan sengit belum berakhir.
Sudah bisa diduga. Begitu Ni Reme’ pulang, sang suami marah besar. Sebuah tamparan keras mengarah padanya. Namun, kali ini ia menghindarinya. Bahkan ia mampu mematahkan tangkisan dan menyerangnya balik. Serangan reflek itu buah dari pengamatan pertarungan harimau dan kera putih yang ia lihat sebelumnya. Sejak saat itu, sang suami tak berani lagi memukul istrinya.
Tak hanya itu, ternyata Ni Reme’ juga menjadikan inspirasi pertarungan harimau dan kera putih menjadi maen pukulan. Karakter utama maen pukulan ini dapat dilihat dari karakter Ni Reme’ sebagai perempuan. Gerakan defensif dan lembut gemulai mendominasi maen pukulan ini. Kendati misterius, sosok penemu dan penerus maen pukulan Ki Atu masih dikenal hingga sekarang