Tradisi Khas Saat Berhaji dalam Masyarakat Betawi — Pemaknaan orang Betawi terhadap ibadah haji selaras dengan tradisi kental yang berkembang di dalamnya. Nilai-nilai kearifan lokalnya masih terjaga di tengah arus kota Jakarta yang metropolitan. Beragam tradisi dari melepas kepergian orang yang akan pergi haji hingga penyambutan kepulangan mereka semarak dilakukan sanak saudara dan para tetangga.
Sebelum berangkat haji misalnya. Sanak-saudara serta tetangga diundang untuk menggelar acara maulid, tahlilan, mendengarkan ceramah ibadah haji dan makan bersama. Para tamu memberikan bekal berupa uang yang dapat digunakan sebagai bekal maupun ditinggalkan untuk kebutuhan di rumah.
Keluarga atau orang-orang di kampung sudah memaafkan dan mengikhlaskan kepergiannya layaknya kepergian jenazah. Itu sebabnya orang Betawi melepas keberangkatan beribadah haji dengan ekspresi kepasrahan dan suasana yang sakral.
Dahulu, perjalanan ke Tanah Suci biasa dilakukan menggunakan kapal laut. Oleh karena itu dibutuhkan waktu hingga enam bulan. Tak ayal, jika kebanyakan orang Betawi menganggap perjalanan hidup dan mati. Setelah dilepas dengan pembacaan shalawat, diadzankan dan diiqomatkan, sanak keluarga hanya bisa pasrah.
Perlengkapan yang dibawa ke Tanah Suci pun tak tanggung-tanggung. Dari cobek lengkap dengan isinya, ikan gabus kering atau dendeng hingga uang receh untuk kerokan.
Tradisi khas saat berhaji dalam asyarakat Betawi lainnya yakni menitipkan pas foto kepada orang yang akan berangkat haji. Tak asal titip. Tradisi ini sekaligus memberi pesan bahwa orang dalam foto tersebut minta didoakan di Tanah Suci agar pada tahun-tahun berikutnya bisa menyusul.