Memaknai Upacara Baritan Betawi – Modernitas kota Jakarta tak mengurangi pelaksanaan tradisi budaya yang dilakukan oleh masyarakat Betawi. Salah satunya yaitu upacara baritan yang menjadi ‘tradisi wajib’ orang-orang yang tinggal di Pondok Rangon dan Kampung Setu, Jakarta Timur.
Nama lain dari upacara baritan yaitu Babaritan. Kata “Baritan” atau “Babarit” sendiri berarti sedekah bumi. Versi lain menyebut istilah ini berasal dari “Baraka” yang artinya berkah– sebagai tanda syukur masyarakat atas keberkahan hasil bumi. Wujud ini diekspresikan dalam bentuk penyajian persembahan berupa makanan, minuman, bancakan, serta tahlilan.
Upacara baritan pada mulanya bertujuan untuk menghormati ruh halus atau ruh nenek moyang sebagai pelindung kampung sebelum akhirnya menjadi sarana penyampaian ucapan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa.
Diselenggarakan setiap tahun pada bulan Maulud, upacara Baritan sangat memperhatikan waktu pelaksanaannya. Misalnya, hari pelaksanaan upacara harus jatuh pada hari Jumat.
Memaknai Upacara Baritan Betawi
Mengutip laman setubabakan.com, Baritan juga dilaksanakan sesudah panen pada Hari Raya Agung, 10 bulan Haji hingga bulan Sya’ban. Upacara dipusatkan pada lokasi Keramat Gandeng dan dipimpin oleh kuncen (juru kunci).
Pelaksanaan upacara ini juga terdiri atas berbagai tahapan. Pertama, persiapan (dengan menghitung biaya dan jumlah undangan). Kedua, pelaksanaan ritual dipusatkan di makam Keramat Ganceng diiringi dengan tahlilan dan makan bersama. Makanan dan persembahan misalnya terdiri atas rujak, risol, kue basah, beragam jenis buah-buahan, serta hasil panen bumi.
Selanjutnya, yaitu Ngarak kepala kerbau atau kambing untuk ditanam di empat penjuru mata angin dan menanam di Keramat Bambu Ampel. Tahap terakhir yakni hiburan nanggap kliningan kanji, ibing sawer, wayang kulit hingga layar tancep.
Perlengkapan lain yang diperlukan untuk arak-arakan lainnya terdiri atas ancak ‘sesaji’ berupa pelepah pisang, petasan, kendi berisi air dan hiasan bunga, barongan atau ondel-ondel. Adapun ondel-ondel tersebut diarak dan dimainkan diiringi irama khas lengkap dengan peralatan pengiringnya. Misalnya, gendang, kempul, gong, kecrek, tehyan, terompet.