Islam di Tanah Betawi

Islam di Tanah Betawi

Islam di Tanah Betawi — Perkembangan pesatnya Islam di tanah Betawi tak lepas dari peranan syiar Islam sejak zaman dahulu. Peradaban sejarah di Indonesia dengan kemunculan istilah Sundakelapa dan Jayakarta cukup menjadikan bukti bahwa Islam pernah mencapai kejayaannya. Bukannya redup, pasca kemerdekaan, Islam semakin berkembang pesat di Betawi.

Dalam Genealogi Intelektual Ulama Betawi: Melacak Jaringan Ulama Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21 Rakhmad Zailani Kiki menyebut, terdapat tiga jenis institusi pendidikan sebagai bekal agama anak-anak Betawi. Ketiganya yaitu pondok pesantren, madrasah, serta majelis taklim.

  1. Pondok Pesantren

Dibanding lainnya, pondok pesantran merupakan institusi pendidikan tertua di Betawi. Misalnya sejak abad ke-14 yang ditandai dengan berdirinya Pondok Pesantren Syaikh Quro.

Sebelum kemerdekaan, model pondok pesantren di Betawi yaitu pondok pesantren salafi. Adapun pondok pesantren salafi menerapkan pola tradisional hubungan antara kyai dan santri. Pekerjaan seperti mencangkul sawah hingga mengurus empang kerap mereka lakukan–ngabdi sebagai balasan mereka diajari ilmu agama.

Asrama gratis juga diberikan sebagai fasilitas para santri ini. Salah satu pondok pesantren salafi yang terkenal di Betawi didirikan dan dipimpin oleh Guru Marzuqi, Cipinang Muara.

Berbeda dengan pondok modern yang lebih menekankan ilmu sains umum modern.

2. Madrasah

Pasca kemerdekaan, madrasah di tanah Betawi berkembang pesat karena didirikan oleh ulama Betawi yang terkemuka. Misalnya Madrasah Asy-Syafi’iyyah yang didirikan oleh KH. Abdullah Sayfi’I, Madrasah Ath-Thohiriyyah oleh KH. Thohir Rohili, hingga Madrasah Al-Wathoniyyah yang didirikan oleh KH. Hasbiyallah. Madrasah pertama yang berdiri di Betawi yaitu Madrasah Jam’iyatul Khair yang didirikan oleh Ali dan Idrus dari keluarga Shahab.

3. Majelis Taklim

Majelis taklim merupakan institusi pendidikan yang memiliki fungsi strategis menjadikan masjid sebagai pendidikan umat. Khusus di Betawi, menjadikan masjid sebagai pendidikan agama Islam berperan penting untuk melahirkan ulama Betawi. Misalnya, mu’allim KH. Syafi’I Hadzami yang merupakan allamah bidang fiqh asy-syafi’I dan pengaruhnya sangat luas.

Saat menuntut ilmu, KH. Syafi’i tak kurang dari 11 majelis taklim dengan 11 guru yang ia datangi untuk menuntut ilmu agama. Setelah menjadi ulama, ia mengajar tak kurang 30 majelis taklim hingga akhir hayatnya. Dari tangan dinginnya pulalah, ia melahirkan ulama Betawi terkemuka, seperti KH. Drs. Saifuddin Amsir, KH. Abdurrahman Nawi, serta KH. Maulana Kamal.

Islam di Tanah Betawi terus mengalami perkembangan yang pesat. Menurut Ridwan Saidi dan Alwi Shahab mengungkap bahwa majelis taklim tertua yaitu Majelis Taklim Habib Ali Kwitang (Habib Ali al-Habsyi), pertama kali beraktivitas pada 20 April 1870. Setelah itu, baru bermunculan murid-muridnya yang tak lain ulama besar Betawi dengan mendirikan majelis taklim. Beberapa diantaranya yaitu Majelis Taklim Asy-Syafi’iyah di Bali Matraman, Jakarta Selatan dan Majelis Taklim Thahiriyah di Jalan Kampung Melayu Besar.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.