Menilik Pementasan Musik Gambang Kromong Tempo Dulu — Musik tradisional Betawi ini kerap kali mengiringi teater lenong, penyemarakan upacara ritual hingga pesta perkawinan. Mengingat sejarahnya yakni produk akulturasi Tionghoa, tak ayal jika penikmat Gambang Kromong juga merupakan etnis yang sama.
Musik Gambang Kromong merupakan ensambel musik yang terdiri atas gambang, kromong, kongahyan, tehyan, sukong, ningnong, jutao, kecrek, suling, gendang, kempul dan gong.
Mengutip Orkes Gambang Hasil Peranakan Tionghoa di Jakarta (1949) tulisan Poa Kian Sioe, Gambang Kromong telah dikenal sejak tahun 1880. Tepatnya, saat Bek Teng Tjoe (kepala kampung di satu wilayah) memainkan di hadapan para tamunya. Ensambel musik ini berkembang di kalangan masyarakat Tionghoa Benteng.
Adapun masyarakat Tionghoa Benteng lebih banyak tinggal di pusat kota. Mereka merupakan orang Tionghoa yang sebagian besar berasal dari Tiongkok Selatan dan sudah lama menjadi penduduk Jakarta. Di sela-sela kesibukannya berdagang, mereka biasa menghibur tamunya dengan musik Gambang Kromong.
Menilik Pementasan Musik Gambang Kromong Tempo Dulu
Dahulu, pesta perkawinan orang Betawi peranakan (hasil perkawinan antara orang Betawi dan Tionghoa) tak lepas dari musik Gambang Kromong sebagai penyemarak upacara. Tentu, sebagai penghibur para undangan yang datang.
Seseorang dapat memesan lagu pada pemain gendang dan memberikan imbalan uang usai dimainkan. Para penari tak ketinggalan, turut semarak dalam pentas sajian musik Gambang. Sama halnya dengan menyawer minta lagu, tamu dapat bebas memilih menari dengan siapapun kemudian memberi imbalan uang.
Senda gurau tentu tak terlewatkan menambah nuansa meriah pementasan. Terlebih, saat penari mengalungkan selendangnya dengan lelaki yang ia pilih untuk diajak menari. Pada perkembangannya, penari yang turut dalam setiap pementasan Gambang Kromong dikoordinir oleh calo.
Begitulah kiranya pemandangan pementasan musik Gambang Kromong. Namun, masyarakat Betawi peranakan tak asal menggelar perkawinan. Sebab, mereka sangat percaya bahwa perkawinan sangat baik dilakukan pada bulan keenam dari awal tahun baru Tionghoa.
Pesta perkawinan dapat dilakukan di rumah kawin atau di rumah keluarga mempelai perempuan selama dua hari dua malam. Lagu-lagu yang biasa dimainkan berupa musik yang biasa digunakan para cokek untuk menari. Di sisi lain, tampak penjual beragam minuman ringan memberikan minuman kepada para penari dan tamu.
Perbedaan Lagu
Selain itu, musik Gambang Kromong juga akrab dimainkan dalam upacara Seijit (ulang tahun) yang dilakukan Topekong (kelenteng). Adapun Seijit Topekong merupakan acara memperingati berdirinya sebuah kelenteng.
Saat musik Gambang Kromong dimainkan, para pengunjung kelenteng memanjatkan doa permohonan khusus diiringi pembakaran shio (dupa). Sembari menunggu antrian, para pengunjung kelenteng dapat menikmati sajian musik Gambang Kromong.
Musik Gambang Kromong versi lain sangat kentara bila digunakan sebagai pengiring Lenong. Ibarat kata memiliki karakter tersendiri. Itu tak lain menyesuaikan dengan nuansa yang lebih spontan dan rancak dari teater. Lagu-lagu yang dibawakan dalam pertunjukan yaitu lagu-lagu Betawi.
Mengutip Musik Gambang Kromong dalam Masyarakat Betawi di Jakarta tulisan Sukotjo, Gambang Kromong yang ada di Betawi merupakan perpaduan antara beragam kebudayaan. Ini terlihat dari beragam instrumen dalam musik ini. Misalnya, instrumen alat musik tiup dari Tionghoa, gendang dari Sunda, Gambang, kempul, Kromong, kecrek dan gong dari Jawa