Riwayat Maen Pukulan Aliran Sabeni — Tanah Abang telah lama dikenal sebagai asal mula berkembangnya aliran maen pukulan Sabeni. Aliran ini dikenal dengan jurus-jurusnya yang memiliki kecepatan dan kerapatan terutama di bagian kaki. Tak ayal jika bagian kaki jagoan maupun pendekar maen pukulan Sabeni seolah hidup.
Pendekar legendaris Tanah Abang, Sabeni lahir pada 1860. Ayahnya, yakni Canam merupakan bandar kulit atau penjual kulit. Awal mulanya, Sabeni mempelajari maen pukulan dari Bang Mail dan H. Suhud. Dua tokoh yang mengajar Sabeni ini konon disinyalir etnis Tiongkok menilik dari beberapa filosofi dan karakter aliran yang mirip dengan Negeri Tirai Bambu itu. Setelah Sabeni mempelajari maen pukulan kurang lebih 10 tahun, ia akhirnya menguasai ilmu itu dan mengajar.
Menariknya, berkat kemampuannya itu pula Sabeni berhasil mendapatkan istri. Perempuan yang kemudian menjadi istri Sabeni bukan asal, tapi putri dari pendekar yang berjuluk Macan Kemayoran. Sudah menjadi tradisi jawara, jagoan maupun pendekar Betawi untuk saling menakhlukkan demi sebuah tujuan. Tujuan Sabeni mengalahkan Macan Kemayoran tak lain demi melamar putrinya.
Melawan Penjajah
Tak hanya itu, popularitas Sabeni juga melejit setelah ia berhasil mengalahkan jawara yang berkuasa di daerah Bukit Duri hingga pasar ikan bernama Sa’eran. Sabeni juga sempat membuat gerah pemerintah kolonial Belanda. Hingga, Komandan Kepolisian Hindia Belanda kehabisan akal dan memutuskan mendatangkan petinju dari negerinya untuk adu kungfu dengan Sabeni. Pertandinganpun diadakan di Prince Park dan disaksikan ratusan warga Betawi. Sabeni lagi-lagi berhasil menakhlukkan pemerintah kolonial.
Jurus andalan Kelabang Nyebrang lagi-lagi tak pernah gagal menumpas lawan Sabeni. Kala itu, ia harus berhadapan dengan dua pesumo yang didatangkan khusus pihak Kempetai. Adapun sebelumnya, Sabeni sempat ditahan imbas Syafei, anak Sabeni yang melarikan diri dari barisan Heiho. Sebagai jaminan, Sabeni harus mendekam di balik tahanan. Ia harus memenangkan pertandingan melawan dua pesumo sebelum akhirnya dinyatakan bebas.
Sabeni wafat di usia 85 tahun pada 15 Agustus 1945. Ilmunya diteruskan oleh generasi ketiga, yaitu anak dari M. Ali Sabeni yang bernama Zul Bachtiar Sabeni yang merupakan pewaris utama ilmu silat Sabeni. Beberapa sanggar maupun perguruan silat yang mengembangkan aliran Sabeni seperti halnya Perguruan Silat Seni Maen Pukulan Sabeni Tenabang (SMPST).
Berkat tanda penghargaan atas jasa Sabeni, Pemerintah Daerah DKI Jakarta mengganti nama Gang Kubur Lama menjadi Jalan Sabeni. Pemerintah DKI Jakarta juga memindahkan makamnya dari kuburan Gang Kubur Lama ke Pemakaman Karet Bivak.
Telah disinggung sebelumnya bahwa riwayat maen pukulan aliran Sabeni memiliki permainan yang rapat dan gerakan yang cepat di bagian kaki. Jurus-jurusnya lebih mengutamakan penyerangan dan menunggu peluang terbukanya kelemahan lawan. Beberapa jurus dalam Silat Sabeni diantaranya Jalan Cara Cina, Kelabang Nyebrang, Empat Persegi, Empat Kalima Pancer, serta Sela Bumi.