Sarung dan Jagoan Maen Pukulan Betawi — Sarung telah lama dikenal sebagai tradisi khas yang ada di berbagai Nusantara. Mereka biasa dibedakan dalam hal motif, bahan hingga teknik pembuatan. Masyarakat Betawi sendiri akrab dengan sarung. Dalam hal pementasan seni budaya Betawi, maen pukulan, dan peringatan acara-acara hingga keseharian, sarung menjadi hal yang tak pernah terpisahkan.
Bagi pelaku maen pukulan Betawi, sarung tak asal sebagaimana fungsinya penutup tubuh. Namun, dapat difungsikan sebagai senjata dan pelengkap shalat. Terdapat dua gaya pemakaian sebagai penanda sarung merupakan senjata. Pertama, sarung dikalungkan atau digantungkan di pundak. Pemakaian kedua terlihat dari pemakaian sarung yang dililitkan di pinggang.
Sarung dan jagoan maen pukulan Betawi ibarat hal yang sama sama melengkapi. Kedua cara ini akan memudahkan pemain pukulan jika sewaktu-waktu membutuhkannya untuk antisipasi serangan lawan. Tak ayal bila sarung bahkan disebut-sebut sebagai pengganti senjata.
Pemakaian posisi sarung disebut-sebut diadaptasi dari cukin (syal putih) yang kerap dikenakan jago-jago Tionghoa peranakan di Betawi. Pemakaian cukin oleh kalangan peranakan ini menyimbolkan bahwa mereka telah mahir dalam maen pukulan. Dalam banyak perayaan-perayaan besar, penari cokek juga mengalungkan cukin atau selendang ke pundak lelaki yang dipilih untuk menemaninya menari.
Sarung dalam Masyarakat Betawi
Pemakaian sarung, khususnya dalam masyrakat Betawi yang didominasi agama Islam juga memiliki beragam fungsi. Jika zaman dahulu sarung sebatas sebagai penutup tubuh perempuang Betawi berkemban maka kini telah bertransformasi. Mengutip Maen Pukulan Pencak Silat Betawi tulisan G.J. Nawi, sarung mengemban ekspresi agamis kebudayaan. Khususnya, dimanifestasikan dalam ungkapan “shalat dan silat”– hablum inallah dan hablum minannas.
Sarung kerap menjadi aksesori pelengkap busana lelaki Betawi– pangsi, busana sadariah, jas kain srebet, serta jas tutup ujung serong. Masyarakat Betawi tak akan mengizinkan bila pemakaian sarung dihilangkan atau tak sesuai pakem yang ada.
Dalam pertunjukan cerita rakyat yang dipentaskan oleh kesenian lenong, sarung bukan sekadar pelengkap bagi pemeran. Namun, juga digunakan pemain gambang kromong, tukang larik layar, pelayan pemain, dan orang -orang di balik layar lainnya. Pemakaian sarung difungsikan sebagai penghangat tubuh melawan angin malam. Maklum saja, permainan lenong memaksa mereka bermain semalam suntuk.