Ruang Refleksi Diri dalam Selebrasi Ubud Writers & Readers Festival 2021 — Gelaran festival sastra Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) Ke-18 di Ubud Bali berlangsung mulai hari ini, 8 Oktober hingga 17 Oktober 2021. Berlangsung secara online dan offline, sebanyak 130 penulis, jurnalis, seniman, serta aktivis hadir di festival sastra terkemuka di Asia Tenggara itu.
“Sejak kali pertama diinisiasi pasca-peristiwa bom Bali, festival ini diharapkan dapat menghidupkan kembali komunitas, memberdayakan masyarakat, mendorong ekonomi kembali bergerak, memberi inspirasi, sebagai platform kreatif dan dialog,” kata Janet DeNeefe, pendiri sekaligus direktur UWRF Founder and Director dalam press call, Jumat (8/10).
Pagelaran tahunan ini dibuka bersamaan dengan persembahan Lifetime Achievment Award untuk Budi Darma. Beliau merupakan salahs atu penulis berpengaruh yang berpulang pada 21 Agustus 2021.
Budi Darma telah menyabet penghargaan tertinggi di Indonesia. Beberapa karyanya yaitu Olenka, Orang-Orang Bloomington, dan Kritikus Adinan, sangat dipuji oleh komunitas sastra sedunia. Ia juga pernah menerima penghargaan di SEA WRITE Award dari Kerajaan Thailand dan Anugerah Sastra Asia Tenggara dari Kerajaan Brunei.
Refleksi Diri
Mengusung tema “Mulat Sarira” atau dalam bahasa Indonesia berarti Refleksi Diri, UWRF 2021 mencoba mengeksplorasi intropreksi budaya dan hak asasi manusia. Termasuk, siapa diri kita, apa yang menyatukan dan memisahkan kita dan apa yang mendorong setiap tindakan kita.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim turut mengapresiasi gelaran UWRF tahun ini. Ia berharap festival ini dapat memperdalam pemahaman atas diri sendiri, orang lain, juga lingkungan dan alam sekitar. Sebuah Refleksi Budaya akan membukakan jalan ke panggung global dengan karya-karya anak bangsa yang menggugah dan bermakna.
“Kesempatan-kesempatan itu kami harapkan akan menghadirkan ruang-ruang kolaboratif yang lebih hidup dan bermakna di antara pelaku budaya dan masyarakat. Menuju Indonesia bahagia yang bernapaskan kebudayaan sebagai DNA kita,” pungkasnya.
Ramadani Wahyu