Uniknya Upacara Adat Bangun Rume di Betawi — Nusantara memiliki keberagaman upacara ritual adat di setiap daerah. Tak sekadar memiliki tujuan tertentu, upacara adat merupakan salah satu bagian warisan budaya Nusantara yang sangat kaya. Betawi sebagai salah satu daerah juga memiliki berbagai upacara asat. Salah satunya Upacara Adat Bikin Rume.
Bikin Rume merupakan serangkaian ritual adat yang dilakukan orang Betawi saat akan membangun rumah. Alih-alih membangun sehingga asal menjadi bangungan rumah. Dalam konteks upacara ini, berbagai hal seperti perhitungan tanggal, hari baik, dan berbagai pantangan harus dilakukan. Tujuannya, agar si pemilik rumah senantiasa diberikan keselamatan dan kemurahan rezeki. Rumah bukan sekadar tempat berlindung, tapi memberikan perlindungan lahir dan batin.
Dilansir dari situs resmi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Upacara Adat Bikin Rume memiliki filosofi tersendiri, yakni Mulaiin dari rumah, pulang ke rumah. Adapun artinya, semua hal hendaknya dimulai dan akan pulang ke rumah.
Serangkaian Kegiatan
Sebelum memulai membangun rumah, orang Betawi terlebih dahulu melakukan serangkaian kegiatan melalui musyawarah atau disebut dengan Andilan. Berbagai topik terkait dengan pembangunan rumah dibahas, seperti halnya soal ketersediaan lahan, jenis bagunan rumah, apakah itu Rumah Gudang, Joglo, atau Bapang, kebutuhan yang dipersiapkan, hingga permohonan bantuan biaya pembangunan.
Hari baik atau buruk sangat dipercaya oleh masyarakat Betawi kebanyakan. Intinya, dalam membangun rumah sangat disarankan untuk dilakukan pada hari baik. Demikian menghindari hari buruk. Hari buruk yang sangat dihindari masyarakat Betawi diantaranya weton Pahing dan Wage.
Konon, bila rumah dibangun pada weton pahing maka dikhawatirkan akan susah rezeki pemilik rumah. Demikian weton Wage yang dikenal dengan istilah rumah “tidak bakal ketungguin”. Adapun artinya, sebelum ditinggal, si pemilik rumah sudah terlanjur meninggal.
Setelah mendapat hari baik, masyarakat di sekitar akan melaksanakan doa bersama atau ‘merowahan’. Merowahan merupakan permohonan atau doa kepada Tuhan Yang Maha Esa guna melindungi pembangunan rumah agar berjalan lancar.
Unsur gotong royong dalam masryarakat Betawi sangat terlihat jelas dalam upaya pembangunan rumah. Semua warga sekitar apakah itu saudara hingga tetangga berduyun-duyun membantu prosesi membangun rumah. Bantuan sukarela, diantaranya menebang pohon atau meratakan tanah biasa disebut dengan ‘baturan’.
Saat pelaksanaan ‘baturan’, berbagai aturan harus dilakukan. Misalnya, masyarakat turut menyiapkan lima bata garam. Empat bata diletakkan di setiap pojok tanah untuk pembangunan rumah, sedangkan satu lagi diletakkan di tengah. Adapun ini dilakukan karena kepercayaan mereka untuk melindungi rumah dari berbagai gangguan dan hambatan membangun rumah. Demikian uniknya upacara adat bangun rume di Betawi.