Berbasis Ulama dan Jagoan, Beginilah Kepemimpinan Informal dalam Masyarakat Betawi

Berbasis Ulama dan Jagoan, Beginilah Kepemimpinan Informal dalam Masyarakat Betawi

Berbasis Agama dan Jagoan, Beginilah Kepemimpinan Informal dalam Masyarakat Betawi – Dua bagian dari masyarakat Betawi yang terkenal, yaitu ulama dan jagoan memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Itu tak lain karena berkat kharisma yang dimilikinya. Ulama tak sekadar dikenal sebagai ahli dalam ilmu beragama, begitu halnya dengan jagoan yang tak sekadar dikenal kekuatan maen pukulnya.

Kedudukan peran kepemimpinan ulama dan jagoan Betawi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang sejak zaman kolonial Belanda. Pada masa kolonial misalnya, pemberontakan panglima perang dari Klender, Haji Darip yang terbukti mampu mengerahkan pasukan jagoan mengalahkan pasukan Belanda. Haji Darip tak sekadar dikenal sebagai pemimpin jagoan di Klender, tapi ia juga disegani karena kepiawaiannya dalam menyebarkan ilmu agama.

Berbasis Ulama dan Jagoan, Beginilah Kepemimpinan Informal dalam Masyarakat Betawi

Tak hanya itu, kedudukan para jagoan atau jagoan Betawi juga kerap dimanfaatkan oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk memecah belah melalui politik devide et impera. Dalam Maen Pukulan Betawi Pencak Silat Khas Betawi karangan G.J Nawi disebutkan bahwa pemerintah kolonial merekrut orang-orang Indonesia yang memiliki kepandaian seperti jago guna diadu.

Orang-orang ini dijadikan alat penguasa di tanah-tanah perkebunan dan umumnya dipekerjakan sebagai mandor, centeng, hingga tukang pukul. Mereka juga tak jarang dijadikan kedudukan resmi seperti Wijkmeester (tuan Bek).

Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra menyatakan bahwa dengan adanya multikulturarisme di Betawi memungkinkan pemerintahan kolonial Belanda memastikan keamanannya. Ini dilakukan dengan dibentuknya pimpinan-pimpinan yang berpengaruh secara penuh ke masyarakat.

Misalnya, pada masa penjajahan Belanda, para pejabat pribumi disebut inlandsch bestuur, dengan jenjang mulai dari bupati, patih, wedana , dan lurah, serta penghulu. Namun, di daerah pinggiran kota biasa disebut dengan ommelandan, dan pemimpin wilayahnya disebut demang.

Demikian pada masa kependudukan Jepang. Pemerintah Jepang memilih kepala kelurahan yang disebut dengan kuco dan kepala kampung yang disebut dengan asaco.

Peranan pemimpin guna memastikan kehidupan dalam masyarakat kian penting, baik itu dalam lingkup besar hingga kecil. Misalnya, dalam tingkat kelurahan dipimpin oleh lurah, dan di bawahnya terdapat pulo atau kampung yang dipimpin mandor. Dan level paling bawah diduduki oleh pemimpin informal. “Mereka biasa dikenal sebagai bebongkot, uyut, tokoh adat dan tokoh masyarakat,” ujarnya.

Dalam ranah kepemimpinan informal inilah para ulama dan jagoan Betawi menduduki peranan yang penting. Berkat kharismanya yang dimiliki, mereka dapat berpengaruh terhadap kehidupan sosial budaya.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.