Kehadiran tari kreasi dibuat guna mempertahankan tradisi kesenian Betawi. Tari kreasi ingin membangun kebebasan penuh dalam berkreasi dan berekspresi.
Tari Lenggok Gonjreng, Tari Kreasi dari Betawi — Tangan para penari dengan lemah gemulai mulai mengayun. Pinggulnya melenggak lenggok mengikuti irama lagu. Begitu pula bagian kakinya yang maju mundur dengan lincahnya. Musik gambang kromong nan semarak mengiringi kemeriahan mereka. Dalam balutan kostum warna warni yang cerah khas Betawi, turut tersemat mayang kembang kelapa di kepala mereka.
Itulah tari Lenggok Gonjreng. Sebuah tari kreasi yang turut menambah khasanah tari Betawi yang ada. Berbeda halnya dengan tari klasik tradisi, seperti Lengggang Nyai yang memiliki pakem tersendiri, tari Lenggok Gonjreng membangun kebebasan penuh dalam berkreasi dan berekspresi.
Pada awalnya, tari kreasi Lenggok Gonjreng merupakan pengembangan dari tari rakyat klasik. Tarian ini dipadukan dengan berbagai paduan gerak yang tak hanya berasal dari Betawi. Namun, juga berbagai daerah. “Tapi tetap yang paling kental ya unsur Betawinya, misalnya terlihat dari beragam propertis kostum, dan gerakan-gerakan dasarnya,” ujar Vini, murid Sanggar D’jakfro Entertainment kepada senibudayabetawi.com, Jumat (3/11).
Menurut Vini, dalam membuat tari Lenggok Gonjreng, tari kreasi dari Betawi ini, sang instruktur tari juga harus peka dengan beragam gerakan yang sekiranya masuk dan cocok dipadukan. Itu artinya tak asal semua gerakan tari. Misalnya, dalam tarian ini memang lebih didominasi dengan unsur gerakan lenggak-lenggok, seperti halnya mengacu pada nama tariannya, “lenggok” dan “gonjreng”.
Ciri khasnya juga sangat kentara, yakni lebih bernuansa centil, energik, dan semarak. Vini mengaku tarian ini biasa digunakan untuk beragam acara, seperti acara penyambutan tamu atau sekadar dipentaskan untuk hiburan. Vini mengaku telah enam tahun bergabung dalam sanggar ini memberikan banyak pengetahuan sembari menyalurkan bakat. “Itu artinya berimbang, saya dapat mempelajari banyak jenis tarian daerah dan menyalurkan bakat yaitu menari,” ungkap dia.
Tari Tradisi VS Tari Kreasi
Perkembangan tari kreasi Betawi tak dapat dipungkiri begitu pesat. Namun, eksistensi tari tradisi masih tetap ada dan dilestarikan. Menurut Vini, itu tak lain tari tradisi menjadi dasar bagi penari. Tari tradisi memiliki pakem-pakem yang tak boleh dilanggar. “Misalnya dalam tari Topeng Betawi itu ada gerak dasarnya, sikap gibang, koma putes, kewer, peralihan, dan cendol ijo,” imbuh perempuan asli Betawi ini.
Selain itu, para penari juga harus selalu luwes dan ajar (ceria, tak boleh menampakkan wajah sedih). Demikian penari topeng juga memiliki pakem dalam hal kostum yang digunakan. Misalnya terdapat “kembang topeng” yang merupakan penutup kepala warna warni khas Topeng Betawi (biasa disebut “tekes”) yang kerap diberi hiasan rumbai-rumbai.
Menurut Vini, tari tradisi juga akan terus eksis sebab memiliki nilai historis yang tinggi. Dalam tarian Lenggang Nyai, misalnya yang terinspirasi dari kisah Nyai Dasimah, tokoh perempuan yang cukup fenomenal dalam cerita rakyat Betawi.
Berdasarkan kisahnya, Nyai Dasimah terkenal karena kecantikan parasnya. Namun, ia dilanda kebingungan dalam menentukan pendamping hidupnya. Seiring berlalunya waktu, akhirnya ia menambatkan hatinya pada Edward William. Tak seperti yang ia bayangkan bahwa ia akan hidup bahagia, hidup Nyai Dasimah justru selalu dikekang sang suami.
Karena alasan ini pula akhirnya Nyai Dasimah memutuskan melakukan pemberontakan demi memperjuangkan kebebasannya. Ya, tarian ini melambangkan perjuangan Wanita Betawi dalam membela hak serta kebebasannya.
Ramadani Wahyu