Menjaga Bara Inovasi Musik Gambang Kromong – Suara gamelan mengalun bertalu-talu di tengah gerimis sore itu begitu mendayu-dayu. Lambat laun, suara menjadi semakin rancak dan semarak bertempo lebih cepat. Tabuhan suara gendang, kenong, dan gambang berpadu dengan petikan gitar, bass serta terompet menghasilkan harmonisasi Gambang Kromong Betawi kreasi nan mengasikkan.
Itulah harmonisasi musik garapan Alunan Silibet yang berjudul “Menong”. Nuansa semarak yang dihasilkan menggambarkan warna warni heterogen masyarakat yang ada di Jakarta. Tak hanya Betawi, tapi beragam suku dan budaya. Jakarta boleh saja didominasi oleh Suku Betawi, tapi masyarakat yang tinggal di dalamnya sangat beragam. Musik instrumen Gambang Kromong garapan Sanggar Alunan Silibet tersebut bahkan diakui Pemprov DKI Jakarta dan bergaung sebagai intro di mesin-mesin ATM Bank DKI Jakarta.
Keterbukaan musik Gambang Kromong turut diamini oleh Sanggar Alunan Silibet. Prinsipnya, sambung Ketua Sanggar Alunan Silibet Ramdani adalah musik harus berinovasi agar tak sekadar eksis tapi juga berkembang. Menjaga bara inovasi Gambang Kromong, kata dia menjadi prioritas utama yang harus dilakukan semua sanggar seni budaya Betawi.
“Tapi, tetap nuansa tradisionalnya tidak ditinggalkan, karena marwahnya Jakarta ya Betawi,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Kamis (10/12).
Eksplorasi Adalah Kunci
Musik garapan “Menong” merupakan satu dari beragam gebrakan inovasi lain yang dihasilkan sanggar seni ini. Karya lain, yakni pementasan dengan mengusung sisi koreografi Gambang Kromong, “Musik Tanpa Pemain”. Dalam pementasan tahun 2017 tersebut, Ramdani mengungkap hadirnya setting nuansa yang seolah mistis. Ini dilakukan dengan cara menyembunyikan para pemain musik melalui pakaian serba hitam. Sehingga yang terdengar hanyalah bunyi yang dihasilkan. Pertunjukkan itu menyimbolkan kepunahan seni budaya bila tak ada lagi para pelaku budaya yang melestarikan.
“Yang terpenting adalah bahwa kita main di budaya bukan sekadar cari job, tapi berlatih dan melatih orang lain agar timbul generasi yang meneruskannya,” ujar dia.
Dalam ekspresi berkesenian, sambung lelaki berambut gondrong ini penting untuk mengeksplor mengawinkan Gambang Kromong dengan beragam jenis aliran yang lebih modern. Misalnya Blues, Jazz, hingga Rock. Sehingga musik Gambang Kromong menjadi lebih beradaptasi dengan zaman.
Menukil laman Indonesia Kaya, Gambang Kromong berasal dari penyebutan dua instrumen perkusi yang digunakan, yakni gambang dan kromong. Musik Gambang terdiri atas 18 bilah, terbuat dari kayu suangking, huru batu, atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya. Sementara kromong terbuat dari perunggu atau besi dan tersusun atas 10 keping plat dengan nada yang diatur berurutan.
Muasal alat musik Gambang Kromong tak bisa dilepaskan dari akulturasi kebudayaan Tionghoa. Sejarah membuktikan bahwa Gambang Kromong tempo dahulu sebatas digunakan sebagai hiburan pengiring Tari Cokek dan Lenong. Namun, seiring perkembangannya Gambang mulai dikolaborasikan dengan beragam alat musik modern, seperti gitar, bass, hingga organ.
Bahkan musik Gambang Kromong mengalami kejayaannya di bawah seniman legendaris Benyamin Sueb yang memberikan warna baru dalam musik ini. Bang Ben dikenal sebagai pelopor terbukannya musik Gambang Kromong berkolaborasi dengan genre lain, seperti Blues hingga Rock.
Ramadani Wahyu