Gaung Palang Pintu di Kampung Silat Peninggilan – Ekspresi kebudayaan tradisi seni budaya di tanah Betawi sangat beraneka ragam. Nyawa ciri khasnya bergantung bagaimana suatu daerah memeliharanya sehingga mampu menjadi cerminan jati diri masing-masing wilayah. Berbagai jenis tradisi Betawi yang hingga saat ini masih menjadi kesenian populer, diantaranya ondel-ondel, tanjidor, gambang kromong hingga palang pintu.
Salah satu kesenian yang hingga saat ini masih terus dilestarikan yaitu ritus buka palang pintu. Palang pintu memiliki arti tersendiri dalam perkawinan adat Betawi, yakni sebagai bentuk penghormatan mempelai laki-laki ke mempelai perempuan. Sebagai syarat, lelaki Betawi yang akan menaikah wajib hukumnya untuk bisa salat dan mengaji.
Berbagai kesenian hadir dalam rangkaian palang pintu. Misalnya, terdapat unsur silat atau maen pukulan, adu pantun, hadroh, hingga pembacaan shalawat dan ayat suci Al-Quran. Kesenian tersebut tak asal hadir, tapi memiliki simbol yang harus diimplementasikan dalam bahtera rumah tangga. Silat atau maen pukulan memiliki arti sebagai pelindung anak dan istri. Demikian tradisi mengaji menyimbolkan bahwa agar lelaki mampu menjadi imam bagi keluarga.
Gaung Palang Pintu di Kampung Silat Peninggilan dalam Kolaborasi Beragam Jenis Aliran Maen Pukulan
Yang menarik, dalam permainan maen pukulan ini terdapat beragam variasi yang mencerminkan karakter khas dari satu wilayah. Kampung Silat Peninggilan memiliki cara tersendiri dalam menggelar tradisi palang pintu.
Syah Lind Pitung, Ketua Kampung Silat Peninggilan mengungkap bahwa palang pintu merupakan salah satu seni budaya Betawi yang paling terbuka untuk pengembangan. Tanpa mengubah pemaknaan palang pintu di dalamnya, Bang Syahlind berinovasi dengan memasukkan beragam jenis aliran maen pukul ke dalam palang pintu.
Beberapa jenis aliran maen pukulan tersebut merupakan maen pukulan yang berkembang di wilayah Peninggilan, Ciledug, yaitu Cingkrik Goning, Golok Seliwa, Seliwa Pukul Beksi, hingga Troktok. Kendati tak masuk wilayah Jakarta, sambung Bang Syahlind, seni Betawi banyak berkembang di wilayah Peninggilan.
“Akhirnya kita kumpulkan jadi satu dan main bersama di setiap acara palang pintu. Karena kita semua sama, semua maen pukulan sama, tidak bisa dibanding-bandingkan,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com, Sabtu (11/12).
Biasanya dalam kesenian palang pintu hanya ada satu jenis aliran maen pukulan yang diadu dari pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Namun, dalam palang pintu Kampung Silat Peninggilan, terdapat tiga hingga lima pertarungan dari berbagai aliran silat. “Tapi tetap beradunya satu-satu, sesuai aliran silatnya. Misal Beksi dengan Beksi, Cingkrik dengan Cingkrik,” imbuh Ketua Markaz Ketapel Indonesia ini.
Sebelum rombongan mempelai pengantin laki-laki tiba ke pengantin perempuan, rombongan ini harus melakukan berbagai syarat sebelum beradu jurus. Syarat pertama wajib membuka salam, lalu dilanjutkan dengan beradu pantun. Dan terakhir, mereka wajib adu pukul yang membuktikan mempelai laki-laki menyanggupi untuk diuji.
Memaknai Palang Pintu
Palang pintu telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Betawi yang didalamnhya menunjukkan dentitas jati diri bangsa. Beragam objek yang ada di dalam tradisi khas Betawi ini memiliki beragam simbol yang memiliki makna mendalam. Misalnya, terdapat makna yang mendalam di balik pemilihan tempat terselenggaranya prosesi palang pintu di rumah mempelai perempuan.
Konon, etnis Betawi hingga kini masih menganut budaya partriarki dan menjunjung tinggi derajad perempuan. Pemilihan prosesi palang pintu di rumah mempelai perempuan tak jauh dari sikap dan bentuk penghormatan terhadap perempuan.
Simbol lain terlihat dari hantaran yang dibawa, berupa kue-kue, perlengkapan pakaian serta kembang kelapa. Beragam medium hantaran ini tak sekadar oleh-oleh kepada pihak mempelai perempuan. Namun, memiliki makna tersendiri. Misalnya, roti buaya yang dibawa rombongan laki-laki menyimbolkan kesetiaan. Demikian kembang kelapa yang melambangkan keharusan setiap orang untuk hidup berguna layaknya kelapa. Sehingga diharapkan, nantinya pihak laki-laki mampu hidup serba berguna bagi anak dan istrinya.
Ramadani Wahyu
[…] (Sumber: Website, senibudayabetawi.com) […]