Condet Jadi Lokasi Desa Kreatif Pertama Kemenparekraf, Begini Potret Condet di Masa Lalu — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur sebagai Desa Kreatif. Aktif melestarikan budaya Betawi, Condet telah berhasil mengembangkan produk unggulan di satu atau lebih dari 17 subsektor ekonomi kreatif. Menteri Parekraf Sandiaga Uno mengatakan Condet merupakan perwujudan dari desa kreatif dari Kemenparekraf.
“Ini adalah awal bagaimana kita menghadirkan peluang usaha dan lapangan kerja khususnya di sektor ekonomi kreatif,” ujar dia.
Kawasan Condet dikenal hingga kini masih aktif melestarikan seni budaya Betawi. Beragam kreasi seni dan kuliner tradisi bisa ditemukan di kawasan ini. Misalnya, kuliner dodol Betawi, bir pletok, emping, tauge goreng, hingga, batik Betawi Condet. Potensi ini ternyata bukan hal baru di perkampungan Condet.
Keberhasilan Desa Kreatif Condet saat ini, tak lepas dari perjalanan narasi panjang wilayah ini. Condet di tahun 1970-an sangat berbeda dengan Condet hari ini. Condet merupakan perkampungan Betawi asli di sepanjang Sungai Ciliwung. Mata pencaharian utama mereka tak jauh dari berkebun buah salak, duku, nangka, dan durian. Sebagai gambaran kemakmurannya, mayoritas masyarakat di daerah ini pergi ke tanah suci dengan hasil kebunnya.
Dalam “Lain di Front, Lain Pula di Kota”: Jagoan dan Bajingan di Jakarta tahun 1950-an dalam Kota Lama Kota Baru Sejarah Kota-Kota di Indonesia, karya Fauzi disebutkan bahwa ada beberapa mitos yang menyertai asal usul nama Condet. Condet merupakan tempat peristirahatan di daerah yang terkenal dengan sebutan Kampung Gedong. Pasalnya di daerah itu terdapat gedung tempat beristirahat ketika Orang Belanda pergi ke Buitenzorg dari Pusatnya di Pasar Ikan (Pelabuhan Sunda Kelapa).
Rumah Gedong tersebut adalah rumah besar yang dikenal dengan sebutan Groneveld atau lapangan hijau (terletak di depan Rindam Jaya sekarang). Rumah besar tersebut sudah banyak berpindah tangan, dari mulai tuan tanah Tjaling Ament hingga Gubernur Jenderal Batavia Gustaf Willem Van Imhoff.
Aset Budaya Betawi
Jauh sebelum ditunjuk sebagai Desa Kreatif, melalui Gubernur DKI Jakarta ke-7 periode 1966-1977, Ali Sadikin, menunjuk kawasan Condet menjadi kawasan perkampungan Budaya Betawi melalui dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur No. D. IV-1511/e/3/74 tanggal 30 April 1974.
Alasannya, keinginan untuk mempertahankan aset budidaya pertanian di Jakarta Timur dan juga budaya masyarakat setempat, budaya asli Betawi. Rumah-rumah tradisional di Condet adalah bangunan-bangunan sejarah yang harus dipelihara. Peraturan tersebut kemudian dikuatkan dengan diterbitkannya daftar bangunan yang dilindungi dan dipelihara oleh pemerintah daerah Jakarta dalam Peraturan Gubernur No. 475/1993.
Condet Jadi Lokasi Desa Kreatif Pertama Kemenparekraf, Begini Potret Condet di Masa Lalu
Namun, perubahan ekonomi, sosial, politik dan budaya membuat dipindahkannya pusat perkampungan Budaya Betawi dari Condet ke Srengsreng Sawah. Pasca era Ali Saikin, pengembangan kampung budaya Betawi beralih ke Srengsreng Sawah. Perkampungan Budaya Betawi dari Condet ke Srengseng Sawah karya Rakhmat Hidayat, perubahan sosial menjadi salah satu pemicu perkembangan ekonomi.
Misalnya, pengembangan bisnis seiring kedatangan keturunan Arab dari Pekojan, Tambora, Jakarta Barat ke Condet berimbas pada kehidupa sosial ekonomi masyarakat sekitar. Mereka banyak mengembangkan bisnis Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan pembangunan toko-toko parfum dan pabrik plastik. Disinyalir berdirinya pabrik-pabrik plastik ini turut menyumbang limbah di Kali Ciliwung.
Saat menyusuri Condet, terlihat di depan jalan utamanya yaitu toko-toko parfum milik orang Arab, demikian juga maraknya tempat-tempat penampungan TKI yang menunggu pengiriman ke luar negeri. Condet kini telah bersolek dan berhasil menjadi salah satu kampung Betawi yang mampu bertransformasi menjadi Desa Kreatif.
Ramadani Wahyu