Menelisik Perkembangan Pantun Betawi — Pantun tak pernah ketinggalan dalam beragam acara tradisi masyarakat Betawi. Kehadirannya ditunggu-tunggu karena kerap membuat nuansa lebih semarak, meriah dalam balutan humor. Pantun merupakan salah satu bentuk puisi lndonesia (Melayu), yang tiap bait biasanya terdiri atas empat baris dan bersajak (a-b-a-b). Merkembangan pantun di Tanah Betawi tak lepas dari tradisi lisan pengembangan pantun Melayu pada abad ke-17, 18 serta Gujarat pada abad ke-15.
Eksistensi pantun Betawi masih tersebar di wilayah yang lekat dengan budaya Betawi, terutama daerah pinggir. Misalnya, daerah Krawang, Tambun, Bekasi, Depok, Cimanggis, Cibinong, dan Ciputat, serta Tanggerang di bagian timur. Kendati demikian, pantun juga masih tersebar di kawasan pusat yang dihuni oleh Betawi asli, Wilayah-wilayah itu diantaranya pesisir utara (Marunda, Pasar Ikan, Tanjung Priok), Jakarta Pusat (Tanah Abang, Glodok, Senen), Jakarta Selatan (Condet, Cipete, Pasar Minggu, Pondok Labu, Lenteng Agung, dan perkampungan Betawi di Jagakarsa).
Ciri Khas Menelisik Perkembangan Pantun Betawi
Yang menarik, pantun Betawi memiliki ciri khas yang kuat yakni ekspresi yang spontan. Spontanitas ini membuat pantun Betawi bisa masuk ke beragam acara kesenian Betawi. Misalnya, dalam tradisi Palang Pintu, adu pantun masih menjadi pertunjukkan paling menghibur. Pasalnya, nuansa humor tak hanya terlihat dalam isi, tapi juga sampiran.
Semangat dan ekspresi spontanitas seperti terlontar begitu saja. Lepas, bebas, dan tanpa beban. misalnya tampak dalam pantun berikut ini.
Mbelah nangka di daon waru
Daon digelar ama pengejeg
Sapa nyangka nasibnya guru
Pagi ngajar sorenya ngojeg
Tak hanya itu, pantun Betawi juga terkenal akan isinya yang lekat dnegan nasihat, ajaran moral, etika sopan santun serta adab. Bahkan, tak jarang pantun Betawi juga kerap memuat kritik sosial di dalamnya. Sebab, menukil Keanekaragaman Pantun di Indonesia karya Dinni Eka Maulina, disebutkan bahwa pantun Betawi merupakan representasi dinamika kehidupan sosial budaya serta sejarah masyarakat Betawi. Alhasil, pantun – menjadi salah satu potret kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakatnya yang nyata.
Tetapi, kesan yang muncul pada pantun Betawi adalah kelugasan dan semangat spontanitas, tanpa beban, bebas, lugas, dan terkesan disampaikan sesuka hati. Meskipun demikian, kekhasan pantun Betawi terletak pada isi pantun yang cenderung menjadi sarana untuk mengkritik apa pun, juga tanpa beban. Persoalan apapun yang berat atau ringan, dapat dijadikan pantun yang disampaikan secara enteng.
Ramadani Wahyu