Irama rancak dan meriah musik keroncong mengiringi arak-arakan warga Kampung Tugu, Semper Barat, Clincing, Jakarta Utara siang itu, Sabtu (1/1). Mereka berkunjung dari satu rumah ke rumah lain sembari berdansa bersama. Tawa suka cita teriring sebab mereka dapat berkumpul dan bersilaturahmi bersama. Iringan lagu Rame-rame mengiringi mereka untuk saling berdansa. Itulah pemaknaan dari tradisi khas selebrasi Rabo-rabo Suka Cita di Kampung Tugu.
Sio nona jang padede
mari rapat kemarie
jangan takut beta cuma polose
badansa putar bae-bae
jangan sampai ale tagae
nanti pulang mama bisa bakalae
hee.. rame-rame
mari katong badansa rame-rame
heeā¦ rame-rame
badansa goyang badan manise
la dengar donci sio
he balenggang dan manise
la dengar donci sio
he balenggang dan manari
angka kaki atur langkah bae-bae
Seperti halnya tradisi dalam agama Islam yang memeringati Idul Fitri, umat Kristen di Kampung Tugu juga memiliki tradisi untuk saling silaturahmi dan memaafkan. Setiap perayaan Natal, umat Kristen merayakannya dengan menggelar tradisi Rabo-rabo. Prosesi ini dilakukan setiap tanggal 1 Tahun Baru.
Sepulang dari pelaksanaan ibadah di gereka, mereka berkumpul di salah satu tempat yang disepakati dengan basecamp dan menyepakati berkunjung ke beberapa rumah warga untuk silaturahmi. Menariknya, mereka tak sekadar berkunjung, tapi dengan penuh suka cita mengarak bersama musik khas Kerontjong Toegoe dari rumah ke rumah.
Istilah Rabo-rabo berasal dari bahasa Portugis yang artinya ‘mengular’. Salah satu personel Grup Musik Kerontjong Toegoe, pemaknaan ‘mengular’ menggambarkan nuansa euforia kesemarakan para warga yang mengikuti arak-arakan Rabo-rabo. Pasalnya, dari setiap kunjungan ke satu rumah, si pemilik rumah juga turut berkunjung ke rumah lain. Begitu seterusnya hingga arak-arakan panjang laksana ular.
“Bahkan tempo dulu Rabo-rabo dilakukan hingga ke semua rumah. Bila kunjungan tak tuntas di hari pertama maka dilanjutkan pada hari selanjutnya. Begitu terus hingga tuntas,” ungkap dia kepada senibudayabetawi.com, Sabtu (1/1).
Tradisi Masih Lestari
Adapun tradisi Rabo-rabo masih menjadi satu rangkaian dengan tradisi Kampung Tugu lainnya, yakni Mandi-mandi yang dilaksanakan pertengahan bulan Januari. Tempo dulu, bahkan para peserta Rabo-rabo saling berkunjung terus hingga bertepatan dengan tradisi Mandi-mandi.
Tak hanya itu, para peserta dalam rangkaian Rabo-rabo juga memberikan uang saku atau sawer pada pemusik keroncong, makan-makan serta minum bersama. Serangkaian acara tersebut menjadi daya tarik mereka untuk terus memastikan selebrasi suka cita Rabo-rabo di Kampung Tugu masih eksis.
Uniknya, para penerima tamu yang dikunjungi oleh arak-arakan Rabo-rabo ini juga dipersilakan untuk meminta lagu dan dibawakan oleh pemusik keroncong. Sembari berjoget dan berdansa bersama, mereka turut saling memaafkan dan mendoakan agar di tahun baru akan senantiasa diberikan kesehatan, damai dan suka cita. Adapun acara tradisi Rabo-rabo juga diakhiri dengan kunjungan ke makam keluarga di Kampung Tugu. “Ini sekaligus mengingatkan kita untuk selalu mengenang para pendahulu dan nilai historis di Kampung Tugu,” pungkas dia.