Menjelang Ramadan, Saatnya Nyorog Ala Betawi

Menjelang Ramadan, Saatnya Nyorog Ala Betawi

Menjelang Ramadan, Saatnya Nyorog Ala Betawi (Senibudayabetawi.com)– Dalam hitungan hari, umat Islam akan menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Uniknya, setiap daerah memiliki tradisi tersendiri dalam menyambut bulan berkah ini, seperti halnya masyarakat Betawi. Salah satu tradisi yang berlangsung tempo dulu dan hingga kini masih eksis yaitu tradisi Nyorog.

Muasal tradisi Nyorog tak lepas dari kata ‘Nyorog’ yang berasal dari bahasa Betawi yang artinya nganter, menghantarkan atau bisa disebut mengirimkan. Dalam konteks ini, masyarakat Betawi biasa mengirimkan makanan kepada orang yang lebih tua, seperti ayah atau ibu, kakek dan nenek. Tradisi Betawi asli yang telah berlangsung sejak tahun 1800M ini kali pertama diperkenalkan oleh para wali Allah saat menyebarkan ajaran agama Islam dari tanah Sunda Kelapa. Tak sekadar menyongsong bulan suci Ramadan, tradisi ini juga dilakukan saat menjelang perayaan Idul Fitri.

Akan tetapi, pendapat berbeda datang dari Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra. Ia menyebut, tradisi Nyorog tak lepas dari peristiwa ritus baritan atau upacara adat terkait peristiwa alam. Masa lampau tepatnya sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, masyarakat kerap kali mempersembahkan makanan kepada Dewi Sri, simbol kemakmuran. “Persembahan ini dilakukan sebagai ungkapan syukur, bentuk penghormatan. Bukan lantas menyembah atau sirik,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com, Senin (28/3).

Perkembangan Nyorog

Seiring perubahan zaman dan ditambah dengan masuknya agama Islam, tradisi ini berubah menjadi bentuk penghormatan kepada orang-orang yang dituakan di masyarakat sekitar. Orang yang lebih muda diharapkan bisa berkunjung kepada orang yang lebih tua dan makan bersama dari hantaran yang diberikannya itu.

Adapun hantaran yang diberikan kepada orang yang lebih tua tempo dahulu yakni aneka masakan khas Betawi, mulai dari gabus pucung, semur, hingga gabus pucung. Akan tetapi, semakin ke sini, masyarakat semakin ingin memberikan hantaran yang lebih praktis, misalnya berupa berbagai macam sembako, bingkisan buah-buahan hingga parsel. Seperti halnya tujuan utamanya, Nyorog dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada sanak saudara yang lebih tua dan mertua.

Tak Hilang Tergerus Zaman

Sani, salah satu masyarakat Betawi asli menyatakan seiring perkembangan teknologi di tengah pandemi COVID- 19 yang memungkinkan pembatasan, tradisi Nyorog sekarang bisa lebih instan dengan pengiriman melalui ojek online. “Tahun lalu anak saya mengirimkan makanan dengan ojek online, lalu kita video call. Tak ada kontak fisik, tapi niatnya tetap sama yaitu silaturahmi,” ujar dia.

Lelaki gondrong ini mengaku seiring perkembangan zaman, ia berharap pelaksanaan tradisi Nyorog tak membebani masing-masing keluarga. “Masih bersyukur karena tradisi ini tak hilang tergerus perkembangan zaman, meski dilakukan sengan cara berbeda,” ujar dia.

Selain dilakukan saat menjelang Ramadan dan perayaan Idul Fitri, tradisi ini juga dilakukan saat akan melangsungkan pernikahan. Misalnya, sebelum pelaksanaan lamaran, pihak mempelai laki-laki sudah harus mendatangi keluarga mempelai perempuan dengan membawa hantaran serta bingkisan. Kini sudah saatnya menjelang Ramadan, saatnya Nyorog Ala Betawi.

1 Response

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.