Selamat Datang Bulan Ramadan, Jangan Lupakan Ruwahan Betawi

Selamat Datang Bulan Ramadan, Jangan Lupakan Ruwahan Betawi

Selamat Datang Bulan Ramadan, Jangan Lupakan Ruwahan Betawi – Senibudayabetawi.com– Bulan Suci Ramadan tinggal menghitung hari lagi. Namun, beragam persiapan telah dilakukan masyarakat Betawi dalam menyambut bulan penuh berkah ini. 

Bukan hal rahasia lagi bahwa masyarakat Betawi sangat teguh dalam memegang nilai-nilai Islam. Ini menjadikannya semua kegiatan hingga tradisi budaya turut disertai nilai-nilai religius. Pembauran budaya Betawi dan agama Islam telah menjadi hal biasa karena sejak dulu masyarakat ini telah terbuka dengan berbagai macam budaya yang dibawa bangsa lain, seperti Cina, Jawa, Arab, hingga Melayu. 

Salah satu budaya yang masih eksis dilakukan menjelang bulan suci Ramadan yaitu tradisi ruwahan. Ruwahan berasal dari kata dasar ruwah yang artinya “arwah”. Tradisi ini merupakan rangkaian sarana pengirim doa yang ditujukan kepada arwah leluhur. Tujuan doa tak lain sebagai sarana pengampunan dosa untuk para leluhur.

Berasal dari Tradisi Hindu

Budayawan Yahya Andi Saputra menyatakan bahwa tradisi ruwahan tak lepas dari tradisi Hindu tempo dahulu. Konon, tradisi ini bermula sebagai bagian dari pemujaan pada para dewa karena telah memberikan perlindungan dan segala kesuburan dan kemakmuran. Akan tetapi kepercayaan ini memudar seiring masuknya agama Islam yang dibawa oleh para penyebar agama, seperti wali dan ulama. 

“Kepercayaan mereka akan kekuasaan Tuhan mulai terbangun sebagai satu kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Sejak itulah ruwahan beralih fungsi bukan sebagai pemujaan lagi,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com, Selasa (29/3).

Tradisi ruwahan juga merupakan sebuah tradisi dari wujud rasa syukur kepada Allah SWT, yang dilaksanakan pada bulan Ruwah. Adapun waktunya yakni di antara tanggal 10-20 hijriyah dalam kalender hijriyah serta ungkapan rasa sukacita memasuki ibadah puasa pada bulan Ramadhan.

Pelaksanaan Ruwahan Betawi

Masyarakat Betawi percaya bahwa menjelang bulan puasa, para arwah leluhur datang menyambangi rumah untuk menengok keluarganya. Kepercayaan seperti ini, kemudian disikapi dengan mengadakan acara Ruwahan, mengundang sanak famili,tetangga dan ustad/kyai untuk selamatan, mendoakan kerabat dan sanak famili yang telah wafat agar diampuni segala dosa-dosanya semasa hidupnya dan ditempatkan ditempat yang sebaik-baiknya.

Beberapa serangkaian acara yang dilakukan dalam acara ruwahan seperti nisfu Sya’ban (Sabanan), bersih desa, slametan, kenduren, ziarah kubur, hingga berakhir pada acara padusan (junub/mandi keramas) pada akhir bulan Syaban.

Pengingat Akan Kematian

Yahya menyebut, tradisi ini sejatinya merupakan pengingat bagi manusia akan kematian yang nyata di depan mata. Ziarah kubur, yang menjadi inti ruwahan berarti menziarahi kubur leluhur, baik kakek, nenek, ayah, ibu dan sanak saudara lainnya. “Mereka mendoakan agar arwah mereka mendapatkan keringanan azab kubur. Tapi pada prinsipnya mengingatkan pada yang masih hidup agar hati-hati merawat hidup,” kata dia.

Jika dikaitkan dengan hadist dalam nilai-nilai Islam, tradisi ruwahan menjadi pengingat untuk berbuat kebaikan dibanding keburukan. Dalam pepatah “hasibu anfusakum qabla antuhasabu” yang bermakna hitunglah perbuatan baik buruk sebelum kamu wafat. Itu artinya, baik kebaikan maupun keburukan yang dilakukan selama hidup akan dituai di alam barzah. 

“Dalam hadis itu disebutkan bahwa dunia merupakan tempat bercocok tanam. Apakah kamu menanam kebaikan atau keburukan, misalnya maksiat, zalim, aniaya, bohong, dan kafir,” ujar dia.

Selamat Datang Bulan Ramadan, Jangan Lupakan Ruwahan Betawi

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.