Senibudayabetawi.com– Naon, Tradisi Belajar ke Mekkah Ala Betawi – Perkembangan Islam di Betawi tak bisa terlepas dari peranan jaringan intelektual keagamaan dengan kota suci Mekkah, tepat sejak abad ke 18-19.
Snouck Hurgronje pernah mengatakan bahwa ibarat jantung, Mekkah mampu memompa darah segar ke seluruh bagian tubuh. Sebaliknya, setiap saat tubuh memompa balik darah ke jantung. Demikian halnya dengan proses Islamisasi yang senantiasa berlangsung karena mendapat tenaga langsung dari Mekkah.
Mengutip Islamisasi Pantai Utara Jawa: Menelusuri Penyiaran Islam di Tanah Betawi dalam Jajang Jahroni menyatakan bahwa calon alim Betawi belajar dengan berbagai ulama di Mekkah. Itu artinya Mekkah mampu menghubungkan tradisi keislaman Betawi dengan tradisi Islam yang lebih luas. Mekkah juga mampu merawat tradisi kecil dengan tradisi besar dari berbagai penjuru dunia sehingga nilai-nilai Islam terpelihara dari waktu ke waktu.
Naon, Tradisi Belajar ke Mekkah Ala Betawi
Menariknya, kesadaran ini telah dimiliki oleh masyarakat Betawi sejak tempo dulu. Kontak membentuk jejaring merupakan hal penting, bagian tahap akhir pendidikan sebelum orang Betawi disebut alim. Dalam tradisi Betawi, belajar ke Mekkah disebut dengan ‘naon’. Istilah ini berasal dari kata ‘menahun’ yang artinya belajar di Mekkah selama bertahun-tahun. Semakin lama naon-nya maka semakin tinggi pula posisinya di tengah masyarakat Betawi.
Saat pulang ke tanah dari Mekkah, biasanya para ulama mengajarkannya ke murid-muridnya di Betawi. Tak sekadar mengajarkan nilai agama, para ulama ini menjadi kelompok paling dihormati karena memberi arahan, ketaladanan dan menjaga tradisi Betawi. Ini tentu berbeda halnya dengan tradisi Jawa yang dilestarikan dan dirawat oleh pemeran utamanya, yakni keraton.
Para ulama pelestari tradisi dan nilai-nilai Betawi ini biasa disebut dengan paku Betawi. Artinya, mereka adalah orang-orang yang telah meletakkan tonggak penting dalam perjalanan sejarah orang Betawi. Posisi ulama sama halnya dengan para elit lain sebagai pelestari budaya Betawi, yakni jawara dan para seniman, mulai dati penari, lenong, topeng, serta gambang kromong.Baik ulama, jawara hingga seniman memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Betawi.
Ramadani Wahyu