Mudik Lebaran, Ternyata Istilah Mudik Berasal dari Betawi

Mudik Lebaran, Ternyata Istilah Mudik Berasal dari Betawi

Senibudayabetawi.comMudik Lebaran, Ternyata Istilah Mudik Berasal dari Betawi — Momen peringatan Lebaran Idul Fitri dirayakan dengan meriah oleh seluruh umat Islam di dunia. Selain menyiapkan hidangan dan tradisi bersilaturahmi, masyarakat Indonesia memiliki tradisi unik lain yakni mudik. Mudik atau istilahnya pulang ke kampung halaman ini ternyata dekat dengan budaya Betawi lo.

Dalam budaya Betawi, mudik berasal dari kata ‘udik’, yang berarti kampung atau desa. Selain itu, istilah mudik juga beralwanan dengan istilah ‘milir’. Bila mudik artinya adalah pulang maka milir artinya pergi. Ini tak jauh dari kebiasaan Jakarta tempo dulu yang bagian utaranya terdapat banyak tempat usaha. Istilah ‘mudik’ baru berkembang sekitar tahun 1970-an, karena pada tahun tersebut, penduduk Jakarta berkurang menjelang Idulfitri, yang berdekatan dengan libur Natal dan Tahun Baru.

Menariknya, arus mudik atau ramainya lalu lintas akibat perjalanan pulang kampung dari Jakarta, telah berlangsung sejak tanggal 4 hingga 5 Desember 1969. Orang-orang yang datang dari luar Jawa kerap mencari nafkah ke wilayah Jakarta ini. Mereka menetap sebelum akhirnya pulang ke kampung halaman saat Idul Fitri tiba.

Mudik Lebaran, Ternyata Istilah Mudik Berasal dari Betawi

Menurut Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputran ‘mudik’ secara harfiah artinya menunjuk ke arah mata angin (milir=utara, mudik= selatan, ngetan=timur, kulon=barat). Sementara dalam pergaulang sehari-hari kata ‘mudik’ kemudian berubah menjadi ‘udik’ yang dimaknai sebagai ungkapan agak peyoratif, “Dasar udik!” yang artinya norak dan kampungan atau ada unsur melecehkan. “Dalam perkambangan atau perluasan makna dari kata mudik yang semula menunjukkan arah mata angin kini berubah dengan makna baru yang artinya pulang kampung,” ujar dia kepada Senibudayabetawi.com, Sabtu (30/4).

Selain itu, Yahya juga menyebut adanya faktor pengucapan dari pemaknaan mata angin berubah menjadi pulang kampung juga dilatari oleh kebiasaan dalam tuturan sehari-hari. “Misalnya dalam dialog tentang mudik, ketidaksengajaan pengucapan itu akhirnya berlanjut,” imbuh dia.

Sama halnya dengan mudik yang dilakukan oleh banyak daerah, orang-orang Betawi yang merantau jauh juga kembali ke kampung halaman. Mereka semua pulang kampung, temu kangen, dan melakukan tradisi maaf-maafan.

Versi Lain

Sementara versi lain dalam bahasa Jawa, mudik berarti ‘mulih dilik’ yang berarti pulang sebentar saja. Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Silverio Raden Lilik Aji Sampurno menyatakan bahwa sejarah mudik bermula dari kekuasaan Majapahit dam Mataram Islam. Sejarah mudik bermula dari kekuasaan Majapahit yang luas hingga Sri Lanka dan Semenanjung Malaya.

Luasnya kekuasaan ini yang menyebabkan sang Raja menempatkan pejabat di berbagai daerah untuk menjaga wilayah kekuasaan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Mataram Islam untuk menjaga wilayah kekuasaan. Pada suatu waktu, pejabat-pejabat itu pulang untuk menghadap Raja dan mengunjungi kampung halaman. Sedangkan di Mataram Islam, pejabatnya pulang secara khusus ketika Idulfitri datang. Nah, dua kegiatan pulang kampung dari Majapahit dan Mataram Islam inilah yang menjadi cikal bakal tradisi mudik.

Tradisi Mudik di Berbagai Negara

Menariknya, ternyata tradisi mudik bukan hanya ada di Indonesia saja. Akan tetapi ada di banyak negara di luar negeri. Misalnya, di India, tradisi mudik biasanya dilakukan menjelang Festival Cahaya atau disebut juga Diwali. Sebelum Diwali biasanya tiket kereta sudah habis dipesan oleh para pemudik yang ingin pulang kampung.

Sementara versi orang Malaysia biasa melakukan tradisi mudik menjelang hari raya Idulfitri. Mereka biasa menyebutnya dengan istilah ‘balik kampung’. Di Bangladesh, terdapat juga tradisi mudik yang lebih banyak dilakukan dengan kendaraan umum berupa kereta.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.