Senibudayabetawi.com – Pawai Dongdang, Parade Kreasi Budaya Sunda dan Betawi – Langkah pelestarian tradisi lokal Bojonggede dalam Pawai Dongdang mengawinkan antara kreasi budaya Sunda dan Betawi. Upaya ini termasuk di dalamnya peningkatan perekonomian desa melalui kearifan lokal.
Pawai Dongdang merupakan rangkaian pelestarian budaya melalui hasil bumi berupa makanan yang dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk barteran (tukar makanan). Kegiatan budaya ini termasuk dalam acara halalbihalal dari masyarakat Bojonggede pada pekan kedua setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Semua lapisan masyarakat berkumpul menjadi satu dalam perayaan Pawai Dongdang itu. Tak sekadar menukarkan makanan hasil bumi, mereka juga menampilkan kreativitasnya masing-masing dalam menghias kendaraan dengan pernak-pernik khas budaya Sunda dan Betawi. Menariknya, mereka juga mengenakan pakaian tradisional Sunda dan Betawi.
Muasal Pawai Dongdang
Mengutip laman Kemendikbud, istilah Dongdang merupakan alat pikul padi yang terbuat dari potongan batang bambu setinggi orang dewasa. Digunakan tali ijuk untuk mengikat pikulan pocongan padi ke batang bambu. Tujuannya, agar pikulan pocongan mengeluarkan suara yang khas saat potongan batang bambu digoyangkan ke kiri dan ke kanan.
Tempo dulu, Pawai Dongdang biasa diikuti dengan barisan pembawa rengkong (padi huma hasil panen) serta arak arakan hasil bumi yang dihias aneka bentuk. Pawai ini semakin meriah dengan iringan suara kendang penca, angklung dan pukulan lesung.
Pentas Rengkong merupakan cara meluapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta, bahwa segala aktivitas masyarakat adat telah diberikan keberkahan. Pakaian seragam, dominan hitam dan ikat kepala khas bagi laki-laki. Pawai berjalan menuju lapangan utama tempat upacara yang terletak di tengah-tengah desa. Berdekatan dengan Imah Gede (Rumah Besar) Pupuhu Adat (Ketua Adat) Kasepuhan Sinar Resmi, Abah Asep Nugraha.
Imah Gede merupakan tempat tinggal Pupuhu Adat dan keluarganya, sekaligus menjadi pusat dari semua acara-acara komunal Kasepuhan. Sebagaimana Abah juga menjadi dari pusat aktivitas sehari-hari masyarakat Kasepuhan. Dalam rombongan pawai pembawa padi Pawai Dongdang, Parade Kreasi Budaya Sunda dan Betawi memasuki pusat lapangan. Prosesi gajayak (menyambut atau menjemput padi) mengawali berlangsungnya upacara Seren Taun.
Rombongan kemudian berjalan mengelilingi lapangan. Dipimpin oleh Abah Asep dan rendangan (keturunan Kasepuhan), iring-iringan padi hasil panen berjalan menuju Leuit Si Jimat (Leuit: lumbung tempat penyimpanan padi). Berikutnya, semua pocongan padi dikumpulkan di depan leuit. Rombongan membentuk lingkaran mengelilingi tumpukan pocongan padi. Di pusat lingkaran, Abah Asep duduk bersila menghadap pocongan padi. Secara simbolik, warga menyerahkan rengkong kepada ketua adat.