Filosofi Festival Tradisi Adu Bedug dan Dondang Kecamatan Mustikajaya Bekasi

Filosofi Festival Tradisi Adu Bedug dan Dondang Kecamatan Mustikajaya Bekasi

Senibudayabetawi.com – Filosofi Festival Tradisi Adu Bedug dan Dondang Kecamatan Mustikajaya Bekasi – Setelah dua tahun lamanya vakum, kali ini Festival Tradisi Adu Bedug dan Dondang di Kota Bekasi k1 15  tahun ini digelar meriah. Tampak antusiasme masyarakat, khususnya Kecamatan Mustikajaya sangat tinggi pada Sabtu (21/5) dan Minggu (22/5) lalu. Tradisi penggabungan antara bedug dan dondang ini diikuti oleh tiga kelurahan, yakni Kelurahan Mustikasari, Pedurenan dan Cimuning. 

Agenda yang setiap tahun sejak 17 tahun silam ini bukan sekadar agenda rutin yang diselenggarakan begitu saja. Akan tetapi memiliki nilai filosofis tersendiri. Tokoh masyarakat Dana Satria Wirawan menyatakan bagi masyarakat Bekasi, khususnya Mustikajaya, bedug dan dondang memiliki makna tersendiri. 

Festival Tradisi Bedug dan Dondang (Ramadani Wahyu)

Adapun bedug kerap kali diasosiasikan dengan perayaan penghujung akhir perayaan Hari Raya Idul Fitri. Sementara dondang berkaitan dengan tradisi bebesanan perkawinan antara pihak perempuan dan laki-laki. Sudah menjadi tradisi perkawinan masyarakat Bekasi tempo dulu menggelar dua hajatan, baik hajatan ke mempelai perempuan maupun laki-laki. 

“Perbedaannya kalau dari rumah laki-laki ke perempuan biasanya bawa perabotan rumah tangga, kalau dari perempuan ini membawa dondang yang isinya kue-kue dan makanan khas Bekasi,” ujar dia kepada Senibudayabetawi.com, Minggu (22/5).

Filosofi Festival Tradisi Adu Bedug dan Dondang Kecamatan Mustikajaya Bekasi

Kendati demikian, sambung Dana masyarakat Bekasi sudah sangat jarang yang melakukan tradisi ini. Kebanyakan sekarang hanya mempelai laki-laki saja yang ke rumah mempelai perempuan. Dengan adanya festival ini, ia berharap agar masyarakat Bekasi tak melupakan tradisi ini, setidaknya menjadi bagian budaya Betawi di Bekasi. 

Tak hanya itu, festival ini juga memiliki makna sebagai momen pasca Lebaran untuk saling silaturahmi dari semua masyarakat yang ada di Mustikajaya. Memukul bedug juga memiliki arti sebagai penanda untuk mengumpulkan masyarakat. “Kalau dulu memang tradisi budaya kita, tapi semakin ke sini kita anggap sebagai pelestarian budaya dan sekaligus ajang silaturahmi sesama masyarakat Mustikajaya,” jelas dia.

Festival Tradisi Bedug dan Dondang (Ramadani Wahyu)

Selain adu bedug dan dondang, masyarakat Mustikajaya menggelar berbagai macam pertunjukan seni budaya Betawi, mulai dari wayang golek, silat Betawi hingga tari-tarian Betawi. Menariknya pula, juga terdapat stan kuliner-kuliner Betawi, mulai dari kerak telor, dodol Betawi, hingga pakaian pangsi. 

Adapun acara ini digelar dua hari, yakni Sabtu (21/5) hingga Minggu (22/5). Pada malam hari Sabtu turut digelar pertunjukan tari topeng dan wayang golek pada hari Minggunya. Dana menyatakan keberlanjutan tradisi ini sangat bergantung pada kesadaran masyarakat dan pejabat setempat untuk pelestarian budaya Betawi. “Semoga bisa terus berlanjut hingga nanti”.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.