Senibudayabetawi.com – Menemukan Kembali Sensasi Gurih Manis Kerak Telor Betawi – Pedagang kuliner kerak telor kini semakin sulit ditemui. Maklum saja, di tengah merebaknya kuliner-kuliner asing, kuliner asli Betawi mulai terlupakan. Sensasi cita rasa gurih manisnya mulai ditinggalkan. Akan tetapi, hal ini tak berlaku bagi Bang Mamad, yang telah setia menjajakan kerak telor selama 15 tahun lamanya.
Selain loyal dengan gerobak pikul kerak telornya di kawasan Kecamatan Mustikajaya, lelaki ini terlibat aktif dari satu event acara kuliner dan budaya ke event lainnya. Ia bersama istrinya, Mpo Neng kerap kali harus berpindah-pindah event agar tak tertinggal menjajakan kuliner ini.
“Kita sering kali ke event itu bukan sekadar memburu rupiah. Tapi di event seperti ini kan banyak sekali orang, dan mereka kerap kali mencari-cari makanan tradisional seperti kerak telor ini,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com baru-baru ini.
Bersama sang istri, ia telah dua hari ikut dalam gelaran Festival Tradisi Adu Bedug dan Dondang di Kecamatan Mustikajaya, Bekasi yakni Sabtu (21/5) hingga Minggu (22/5). Mamat menegaskan bahwa tujuan ia hadir di setiap agenda event tak lain ingin mengingatkan agar masyarakat menemukan kembali cita rasa gurih manis kerak Betawi yang telah lama dilupakan.
Menurutnya yang membuat Kerak Telor Mpo Neng istimewa tak lain adalah karena bumbu yang diolah secara tradisional. Itu artinya, mereka sama sekali tak mempergunakan bumbu instan. “Mungkin kalau kerak telor lainnya menggunakan bumbu yang langsung beli lalu digunakan. Tapi kerak telor kami menggunakan bumbu tradisional, termasuk kacangnya kami sangrai sendiri terlebih dahulu,” beber dia.
Seporsi kerak telor yang dapat mengingatkan akan kekayaan makanan kuliner Nusantara, khususnya Betawi memang tiada tandingannya. Harganya pun cukup terjangkau, yakni Rp 35 ribu khusus untuk kerak telor ayam dan Rp 40 ribu khusus untuk kerak telor bebek.
Kerak Telor Betawi
Kerak telor merupakan perpaduan makanan berbahan beras ketan, telur (bisa menggunakan telor bebek atau ayam), serta menggunakan taburan serundeng kelapa dan bawang goreng di atasnya. Menariknya, makanan ini dimasak dengan menggunakan kuwali atau wajan. Adapun wajan ini dibakar di atas tungku kecil dengan arang sebagai bahan bakarnya. Kerak telor biasa dihidangkan selagi masih hangat.
Muasal kerak telor tak lepas dari sejarah panjang yang kerap kali dihadirkan dalam cerita rakyat Betawi tempo dulu. Pada era penjajahan kompeni Belanda, mereka banyak mencoba berbagai macam makanan dengan memanfaatkan buah kelapa yang berlimpah. Salah satu percobaan tersebut menghasilkan makanan jenis baru, yakni kerak telor.
Tempo dulu, kerak telor terbilang sebagai makanan eksklusif yang hanya bisa dinikmati sebagian warga Betawi. Akan tetapi, ketika tahun 1970-an, warga Betawi mulai memperkenalkan secara luas, terutama pada masyarakat kepada para pendatang.
Sementara versi lain dari muasal kerak telor berasal dari laporan Bataviaasch Nieuwblad terbitan 12 Februari 1903. Kala itu bertepatan dengan perayaan Tjap Go Meh di Pintu Besar, kerak telor disebut-sebut sebagai kerak ketan.
Saat itu, masih banyak warung yang menyediakan mulai dari makanan, minuman hingga kerak ketan. Tepat setelah Indonesia merdeka, penyebutan kerak ketan perlahan berganti menjadi kerak telor. Namun, sayangnya, makanan ini jarang ditemui di banyak tempat. Namun, para pembaca tak perlu khawatir sebab hampir di semua event terkait dengan seni budaya Betawi, makanan ini tak pernah tertinggal eksistensinya.