Senibudayabetawi.com – Kelezatan Dodol Betawi H. Satibi, Konsisten Lestarikan Kuliner Betawi – Dodol menjadi salah satu menu wajib bagi masyarakat Betawi. Utamanya di Hari Raya Idul Fitri. Ini tak lain karena masyarakat Betawi memiliki tradisi hantaran rantang pada keluarga hingga kerabat saat momen tersebut. Dodol Betawi memiliki makna tersendiri, yakni lambang gotong-royong dan kekeluargaan.
Salah satu dodol yang populer di Jabodetabek yakni Dodol H. Satibi. Dodol yang pusat pembuatannya di Jalan Paraji Cilodong, Depok, Jawa Barat ini telah dikenal sejak 2006. Bahkan permintaan pembelinya sudah sampai hingga Belanda dan Australia.
Aziz, salah seorang penjaga stan Dodol H. Satibi menyatakan bahwa pesanan membludak saat mendekati Hari Raya Idul Fitri. Ia mengungkap bahwa pesanan bisa mencapai 25 wajan atau sekitar 600 hingga 700 kilogram dodol.
Menariknya, dodol H. Satibi ini menggunakan bahan beras ketan dan gula merah yang didatangkan langsung dari daerah Purwokerto. Cita rasa dari bahan inilah yang membuat dodol Haji Satibi memiliki karakter yang kuat. “Karena memang kita sama sekali tidak menggunakan gula pasir, cukup gula merah saja. Itu memunculkan rasa yang alami,” ujar dia kepada Senibudayabetawi.com, Selasa (24/5).
Cita Rasa Dodol H. Satibi
Selain rasa original, dodol H. Satibi juga memiliki empat varian rasa yang bermacam-macam seperti wijen, durian hingga ketan hitam. Aziz juga mengungkap bahwa dodol ini dibuat dengan masih tradisional menggunakan tungku kayu selama 8 jam. Itulah mengapa rasa dodol H. Satibi sangat kenyal dan legit sehingga dodolnya bisa awet beberapa bulan. “Inilah yang membedakan dodol kita dengan dodol Betawi lainnya. Kalau tahu betul rasa dodol pasti akan tahu mana dodol yang benar-benar dibuat original,” ujar dia.
Dodol Betawi Satibi ini dijual dengan beragam ukuran. Dodol ukuran paling kecil dijual seharga R p25.000 untuk dua bungkus. Sementara untuk ukuran sedang, dibanderol dengan harga Rp 25.000 untuk satu buah, lalu ukuran besar seharga Rp 45.000.
Ia juga mengungkap bahwa pengembangan dodol Betawi H. Satibi bukan sekadar mengejar nilai komersil atau berbasis keuntungan. Akan tetapi lebih dari itu yakni sebagai wujud pelestarian budaya Betawi, khususnya dalam dunia kuliner. “Bukan hanya kelezatan dodol Betawi H. Satibi, konsisten lestarikan kuliner Betawi”.
Dodol Betawi dan Dodol Garut
Dodol tak hanya milik masyarakat Betawi. Beberapa daerah lain yang juga terkenal akan dodolnya yaitu dodol Garut. Kedua nama kuliner ini sekilas memang sama, tapi baik dari rasa maupun bentuk sangat berbeda.
Seperti diketahui bahwa dodol Betawi tidak menggunakan cairan gula pada lapisan luar dodol. Kendati demikian, hal ini sama sekali tak mengurangi dari kelezatan dodol Betawi. Menurut Aziz justru dengan tanpa adanya cairan gula di bagian luarnya,dodol Betawi memiliki tekstur yang khas yakni lebih kenyal.
Hal ini berbeda dengan dodol Garut. Pada pembuatan dodol Garut, setelah selesai proses pembuatan, adonan akan dicelupkan ke cairan gula putih. Inilah yang membuat kenapa cita rasa dodol Garut terasa sedikit garing ketika digigit. Lapisan gula tersebut memiliki tekstur khusus.