Senibudayabetawi.com – Menelisik Empat Corak Kebudayaan dalam Masjid Hidayatullah – Barang kali tak banyak yang mengetahui bahwa di tengah bangunan-bangunan pencakar langit, tepatnya di Jalan Profesor Satrio, terdapat bangunan masjid. Tak sembarang masjid, karena masjid ini termasuk salah satu masjid tertua di Jakarta. Masjid ini memiliki empat corak kebudayaan, yaitu Betawi, Jawa, Cina dan Arab.
Adalah Masjid Hidayatullah yang beralamat lengkap di Jalan Karet Depan, Kelurahan Semanggi, Setia Budi, Jakarta Selatan. Masjid ini terbilang cukup susah ditemukan karena lokasinya berada di dalam belokan kecil dengan papan lokasi bertuliskan Masjid Hidayatullah yang tepat berada di belakang gedung Sampoerna Strategic.
Tak seperti masjid-masjid lain yang harus memastikan menggunakan AC agar nuansa semakin sejuk. Begitu memasuki masjid ini, pengunjung akan bisa merasakan kesejukan alami. Ini tak lain karena banyaknya pepohonan di sekitar masjid ini.
Berdasarkan catatan, masjid ini dibangun sekitar tahun 1743 di atas tanah yang diwakafkan oleh pengusaha batik bernama Muhammad Yusuf. Itu artinya masjid ini telah ada sejak dua abad yang lalu.
Pengurus Masjid Hidayatullah Rusli menyatakan bahwa masjid ini menyimpan jejak sejarah yang panjang. Muhammad Yusuf diketahui hanya menyerahkan tanah wakaf dan menyerahkannya pada pengurus masjid lalu pergi begitu saja.
Menelisik Empat Corak Kebudayaan dalam Masjid Hidayatullah
Diketahui bangunan Masjid Hidayatullah terdiri atas dua bangunan utama, yakni bangunan asli dan bangunan tambahan. Khusus untuk bangunan tambahan, sambung Rusli diresmikan penggunaannya sekitar tahun 1999. “Dua tahun lalu, dibangun pula menara setinggi sekitar 15 meter. Tapi kita pastikan bangunan asli tetap sebagaimana wujud awalnya, tak diubah sama sekali sejak awal,” ujar dia.
Menariknya, masdjid ini dibangun dengan memadukan ciri khas dari empat kebudayaan yang mendominasi di Jakarta, seperti Tiongkok, Betawi, Arab serta Jawa. Penampakan keempat jenis kebudayaan ini cukup menonjol. Misalnya, ciri khas kebudayaan Tiongkok dapat dilihat dari bentuk dari atap bersusun yang mencerminkan gaya arsitektur pada bangunan klenteng. Sementara kebudayaan Betawi kental terlihat dari jendela dan bentuk pintu di mana terdapat lubang ventilasi.
Ketika memasuki bagian dalam masjid, terlihat tiang-tiang yang terbuat dari kayu jati menjulang tinggi. Tak hanya itu, pada tiang tersebut, juga terdapat tulisan kaligrafi Arab. Tiang-tiang kayu ini banyak dktemukan di masjid-masjid Jawa.
Adapun pada halaman bangunan asli Masjid Hidayatullah menghampar puluhan makam para pendiri masjid serta keluarganya tempo dulu. Beberapa puluh tahun lalu komplek makam masih sangat luas sampai di bibir kali. Akan tetapi, sebagian dari makam-makam tersebut harus dipindah akibat adanya perluasan jalan.
Hingga saat ini pengurus masjid tengah mengajukan izin untuk renovasi masjid ke Lembaga Cagar Budaya dan Dewan Masjid Indonesia. “Sebab ini kan bangunan bersejarah. Tidak boleh diperlakukan sembarangan. Semuanya harus izin,” ujar dia.