Senibudayabetawi.com – Muasal Sejarah Kebaya Encim Betawi – Penduduk asli Betawi dikenal sebagai masyarakat dengan fleksibilitas dalam perkembangan karakter kebudayaan di dalamnya. Hadirnya masyarakat Tionghoa peranakan di tengah kehidupan masyarakat Betawi membuat meleburnya budaya Betawi yang akhirnya menghasilkan produk baru. Salah satu contohnya terlihat dari kebaya encim Betawi.
Meski kebaya telah ada sejak abad ke-15, eksistensi kebaya encim di Betawi turut serta memperkuat keberadaan eksistensi komunitas peranakan Tionghoa di Nusantara. Utamanya, pada abad ke-19 saat gelombang migrasi masyarakat Tionghoa ke Indonesia.
Di awal kemunculannya, kebaya encim kerap kali disebut sebagai “kebaya nyonya”. Ini tak lain karena kebaya jenis encim ini kerap kali dipakai oleh para nyonya yang telah menikah. Adapun panggilan “nyonya” merupakan sebutan bagi kaum peranakan Tionghoa yang telah menikah. Bermula dari hal inilah kebaya encim dapat diartikan sebagai kebaya yang dipakai oleh bibi atau perempuan yang telah menikah.
Bermula dari Baju Kurung
Jauh sebelum para nyonya mengenakan kebaya encim, mereka terlebih dahulu mengenakan baju kurung. Jenis pakaian ini dikenakan menemani hari-hari mereka. Akan tetapi karena bentuknya yang panjang membuat pakaian ini kurang nyaman dikenakan. Bahkan banyak pula yang menyamakan baju kurung dengan sarung batik dan bros kerongsang.
Tepatnya sejak tahun 1911 pada runtuhnya kekaisaran Tiongkok, orang-orang Tionghoa mulai meniru gaya berpakaian orang Eropa Belanda. Saat itu, para noni Belanda mengadopsi gaya berpakaian keluarga bangsawan yang memakai kebaya. Menariknya, mereka tak mengenakan kebaya para bangsawan yang mewah dari bahan sutra dan beludru. Para noni Belanda lebih memilih bahan katun tipis berpotongan pendek yang diberi renda di sisi pinggirnya.
Bermula dari inspirasi kebaya para noni inilah, para nyonya Tionghoa memodifikasinya dengan memasukkan potongan, bahan, warna serta corak bordir dan aksesoris yang digunakan. Pada bagian tepi bawah kebaya para noni Belanda potongan kebaya dibuat rata, sedangkan kebaya nyonya Tionghoa dibuat meruncing ke depan. Potongan ini disebut dengan sunday dan dibuat mengikuti lekuk tubuh. Demikian Muasal Sejarah Kebaya Encim Betawi.