Senibudayabetawi.com – Muasal Ketupat Betawi Pendamping Menu Kuliner Idul Adha – Momen perayaan Hari Raya Idul Adha tinggal menunggu hari. Sudah menjadi tradisi, penyembelihan hewan kurban menjadi momen paling ditunggu untuk kemudian dijadikan beragam menu kuliner Betawi. Semur, olahan gulai menjadi menu paling laris sebagai favorit masyarakat Betawi. Sebagai pendamping menu spesial Hari Raya Kurban, ketupat menjadi kuliner yang tak pernah ketinggalan.
Tradisi ketupat hampir selalu ada di dalam perayaan umat Islam di Betawi, seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Ketupat kerap kali digunakan sebagai pengganti nasi. Bentuknya yang padat membuat makanan ini semakin terlihat praktis. Tak hanya menjadi monopoli Betawi, tradisi ketupat saat perayaan Idul Fitri dan Idul Adha juga dilakukan masyarakat di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina.
Muasal Ketupat Betawi Pendamping Menu Kuliner Idul Adha
Dalam buku Chinese Muslims in 15th and 16th Centuries: Malay Annal of Semarang and Chrebon, H.J. de Graaf menjelaskan ketupat telah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak abad ke 15. Tepatnya bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa oleh Wali Songo.
Diketahui Wali Songo memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Menariknya yakni kecintaan yang dibawa serta dalam ajaran Islam mereka. Lebaran Ketupat merupakan tradisi makan pada perayaan Hari Raya yang dipopulerkan oleh Wali Songo di Pulau Jawa.
Perayaan yang jatuh pada hari ke-tujuh setelah Idul Fitri ini diisi dengan tradisi hantaran atau makan ketupat bersama kerabat. Uniknya, tradisi ini juga menyimbolkan kebersamaan atau keeratan tali silaturahmi.
Menariknya pula, ketupat juga kerap digunakan sebagai makanan tradisi masyarakat Tionghoa, utamanya saat perayaan Cap Go Meh. Ketupat atau lontong Cap Go Meh kerap kali diasosiasikan pula dengan perayaan Imlek dan Cap Go Meh di masyarakat Cina Peranakan kota Semarang, Jawa Tengah.
Diketahui perayaan Cap Go Meh secara harfiah merupakan perayaan pada malam ke-limabelas rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek (Sincia). Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek bahasa Hokkian yang berarti malam ke-limabelas. Di daratan Cina sendiri, Cap Go Meh adalah puncak perayaan Tahun Baru Imlek. Oleh karena itu perayaannya lebih bersifat sosial dan ‘pesta rakyat’, misalnya dengan berpawai, arak-arakan pertunjukan barongsai di jalan, dan menyalakan lampion sebagai dekorasi kota.