‘Ngarak Penganten’ Arab – Senibudayabetawi.com – Bulan Syawal hingga Rabiul Awwal (Maulid) sekarang menjadi waktu merupakan waktu yang tepat untuk mengadakan hajatan atau perkawinan. Dalam tradisi perkawinan masyarakat keturunan Arab di Jakarta tempo doeloe (sampai 1970-an), terdapat kebiasaan yang teramat unik. Misalnya acara ngarak penganten, atau ‘gandaran’, yang khas dalam tradisi masyarakat Betawi.
Mengutip Saudagar Baghdad dari Betawi yang ditulis oleh Alwi Shahab (2014) acara ‘ngarak penganten’ Arab atau ‘gandaran’ berlangsung sehari atau dua hari setelah agid atau akad nikah. Sesuai dengan tradisi keturunan Arab, setelah akad nikah, pasangan suami istri belum diperbolehkan bermalam di satu atap. Sekalipun telah menjadi pasangan suami istri, mempelai pria belum bermalam di kediaman istrinya.
“Biasanya kalau agid (pernikahan) hari Jumat, maka acara gandaran berlangsung Sabtu atau Ahad sore. Baru kemudian pengantin pria menginap di rumah wanita,” tulis Alwi Shahab.
Mengantar Penganten Betawi
Sementara biasanya sore hari menjelang acara gandaran, pengantar yang terdiri atas para pemuda sudah berkumpul di kediaman mempelai pria. Menariknya pula karena belum banyak yang memiliki mobil, pengantar ‘gandaran’ pada tahun 1940-an membawa mobil sewaan.
Misalnya, perusahaan mobil Oteva atau Hilverdink di Jl Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Bahkan, setelah Perang Dunia II, perusahaan mobil Olimo di Jl Hayam Wuruk juga menyewakan mobil merek Moris, buatan Inggris, yang kini diubah jadi opelet si Mandra seperti dalam sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan’.
Iringan kendaraan 20 – 30 mobil dengan kap terbuka dari rumah mempelai pria awalnya masih berjalan normal. Akan tetapi kemudian acara ‘dirusak’, karena iringan mobil tidak langsung ke rumah mempelai perempuan. Rombongan pengantin terlebih dulu keliling berbagai tempat di Ibukota. Mereka mempermainkan mempelai pria. Istilahnya softo atau bercanda.
Kadang-kadang cara bercanda ini agak kelewatan. Pernah terjadi, pengantin yang berpakaian lengkap ‘dilarikan’ ke permakaman Tanah Abang. Dengan alasan hendak berziarah terlebih dulu, si pengantin kemudian dibiarkan sendirian. Setelah dibiarkan beberapa lama, ada yang sampai menangis, baru diantar ke rumah pasangannya.
Pada malam hari setelah acara gandaran, di kediaman mempelai perempuan diadakan pesta yang disebut syamar. Tamu-tamu yang datang biasanya laki-laki, tanpa pasangan. Karena tamu-tamu perempuan sudah kondangan pada siang dan sore hari.
Acara syamar dimeriahkan oleh orkes gambus. Tentu saja lagunya berirama padang pasir. Para tamu, baik pemuda maupun lanjut usia menari japin sambil memutarkan badannya mengikuti irama gendang. Waktu itu, orkes gambus (OG) terkenal di bawah pimpinan Saleh Bin Thalib, di samping OG Al-Wathan dan OG Al-Wardah.
Uniknya, dalam acara pernikahan para tamu disuguhi nasi kebuli. Lauk-pauknya terdiri dari marak atau gulai kambing, kari dan semur kambing, yang dapat membuat strong. Di samping asinan dan buah nanas, untuk melarutkan lemak untuki mengurangi kolesterol. Mereka benar-benar dijamu meriah dan mewah dengan aneka makanan khas Timur Tengah ini.