Menyibak Fakta di balik Nasi Ulam Khas Betawi

Nasi Ulam, Kuliner Betawi dari Beragam Akulturasi

Nasi UlamSenibudayabetawi.com – Selain ketupat sayur, Betawi memiliki menu sarapan yang tak kalah populer, yaitu nasi ulam. Secara sekilas, nasi ulam terlihat seperti nasi campur. Tak ayal jika banyak yang menyebut nasi ulam sebagai ‘nasi campurnya Betawi’. Yang tak kalah menarik, di dalam sepiring nasi ulam, terdapat beragam pengaruh kuliner dari wilayah lainnya lho!

‘Ulam’ dalam bahasa Betawi merupakan penyebutan untuk serundeng dari kelapa parut yang saat diaduk dengan nasi putih panas akan memunculkan cita rasa gurih dan sedikit pedas di lidah.

Mengutip dari Ensiklopedia Jakarta, nasi ulam merupakan produk persilangan beberapa budaya kuliner.  Nasi putih ditaburi serundeng dan kacang misalnya yang merupakan pengaruh dari India. Sementara semur sebagai pelengkap merupakan pengaruh kuliner dari Belanda. Demikian pula dengan perkedel (berasal dari versi lokal frikadeller-gorengan berbahan kentang dan daging dari Belanda). Pengaruh kuliner Tionghoa tampak terlihat dalam penggunaan bihun goreng dan dendeng manis. 

Menurut pedagang makanan khas Betawi di kawasan Petak Sembilan, kuliner ini sebenarnya masakan khas Tangerang. Awalnya para pedagang kuliner Betawi ini mendorong gerobaknya dari Tangerang menuju Glodok. Lalu mereka menjajakannya di kalangan peranakan Indonesia dan Tionghoa. 

Menariknya, makanan ini juga ada di Malaysia. Mereka biasa menyajikan makanan miripnya tanpa kuah yang merupakan khas Nyonya (peranakan Tionghoa – Melayu). Di Malaysia, makanan ini terdiri atas hidangan nasi putih dicampur kelapa parut yang dikeringkan dengan rempah-rempah. Mulai dari rempah daun seperti serai, daun kunyit, daun jeruk, daun kemangi atau pegagan, dan kecombrang.

Variasi Nasi Ulam

Nasi ulam dibagi menjadi dua macam, yaitu versi basah dan kering. Versi basah disajikan dengan siraman kuah semur tahu atau kentang. Adapun untuk lauk wajibnya diantaranya bihun goreng, telur dadar, cumi asin goreng dan  taburan kacang tanah. 

Sementara, variasa kering terdiri atas nasi putih, serundeng kelapa, mentimun, kemangi, sambal kacang, dan emping goreng. Lauk pendampingnya antara lain semur, empal goreng, dendeng manis, perkedel, tempe goreng, dan pepes bumbu rujak (ikan teri atau ikan kembung). 

Meski tanpa siraman kuah semur tetapi rasanya tetap gurih. Ada juga versi kering yang disajikan dengan taburan kacang hijau mentah, yang direndam semalaman dalam air matang hingga menjadi empuk dan kulit arinya sedikit pecah.

Kendati dikenal sebagai makanan khas Betawi, ternyata tak semua wilayah di Betawi mengenal kuliner ini. Versi basah hanya dikenal di kalangan masyarakat Cina Benteng, Petak Sembilan, kawasan Pecinan, Tanjung Priok, Kemayoran, Matraman, dan Senen. 

Masyarakat Betawi menyantap kuliner ini di pagi hari sebagai salah satu menu sarapan. Ulamnya dibuat dalam porsi banyak untuk disimpan sewaktu-waktu, persis seperti serundeng daging biasa. Tempo dulu, makanan ini selalu hadir dalam acara hajatan di daerah Kampung Melayu, Mester (sekarang Jatinegara), dan sekitarnya. Sayangnya sekarang agak sulit mencari pedagang makanan ini karena tak sepopuler ketupat sayur yang biasa untuk sarapan.

1 Response

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.