Senibudayabetawi.com – Tape uli merupakan salah satu kudapan populer dalam masyarakat Betawi. Siapa yang tak tergoda dengan kesegaran tape ketan hitan manis dipadu bersama gurihnya uli atau ketan kukus.
Jajanan yang kerap dijadikan sebagai sarapan masyarakat Betawi ini ternyata banyak menyimpan fakta menarik. Selain memiliki rasa nan nikmat, sesuai tradisi Betawi, pembuatan penganan ini memiliki sejumlah pantangan.
Simbol Keharmonisan
Konon, jika pembuatan jajanan ini dilanggar maka akan berimbas pada hasil dan cita rasa kudapan ini yang disajikan. Selain itu, masyarakat setempat juga percaya, kudapan ini menyimbolkan pesan keharmonisan antara laki-laki dan perempuan yang membuatnya.
Keharmonisan itu dilihat dari bentuk kerja sama antar kedua belah pihak. Misalnya terlihat dari laki-laki yang diharuskan menumbuk bahan dan kaum perempuan yang memasaknya.
elengketan dari uli karena banyak mengandung gluten juga memiliki pemaknaan tersendiri. Masyarakat Betawi percaya kelengketan dalam uli menyimbolkan lambang kedekatan antara laki-laki dan perempuan pembuatnya.
Sebagai salah satu jenis jajanan kaki lima, tape uli kerap ditemukan di pasar-pasar tradisional. Diketahui penjual sering kali menjajakannya secara terpisah antara tape ketan hitam dan uli kukusnya.
Salah satu penjual, Bang Abdoel menyatakan bahwa uli terbuat dari bahan utama yaitu ketan putih, kelapa, ragi, serta garam. Sementara untuk tape ketan hitamnya berasal dari ketan hitam yang digermentasi bersama ragi.
Bang Abdoel menyebut saat ini anak-anak muda saat ini sudah banyak yang tak mengetahui tentang jajanan ini. Padahal, sambung dia jajanan ini merupakan asli Betawi.
“Anak-anak sekarang sudah banyak yang beralih ke jajanan yang lebih instan. Jajan tradisional seperti ini sudah banyaj ditinggalkan,” ujar dia kepada Senibudayabetawi.com baru-baru ini.
Adapun untuk tape ketan biasa ia jual dengan harga Rp 2500 hingga Rp 5ribu, sedangkan ulu kukus sekitar Rp 5 ribu hingga Tp 10 ribu saja.
Bagi masyarakat Betawi, jajanan ini biasa disajikan sebagai camilan baik di pagi hari mauoun sore hari. Mereka biasa menikmati kudapan ini bersama dengan segelas trh atau kopi panas. Masyarakat Betawi biasa menyebutnya sebagai nyai.
Pantangan Pembuatan Tape Uli
Masyarakat Betawi menganggap penganan ini lebih dari sekadar kudapan. Dalam proses pembuatannya, misalnya terdapat sejumlah larangan yang diyakinu turun temurun agar hasilnya tidak gagal.
Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan saat menciptakan tape uli diantaranya pembuatnya tidak boleh dalam keadaan marah. Lalu pembuatnya juga tak boleh sedang menstruasi. Selain itu, para pembuat tape uli juga tak diperbolehkan berbicara ketika proses pemberian ragi hingga masuk fermentasi.
Ia menyatakan bahwa hingga saat ini jajanan khas Betawi ini masih bisa ditemukan di sejumlah daerah seperti Depok, Setu Babakan, Tangerang, Bogor hingga Kampung Sawah.
Ramadani Wahyu