Ziarah Kubur

Tradisi Betawi Ziarah Kubur di Bulan Muharram

Senibudayabetawi.com – Pembauran budaya Betawi dan agama Islam telah menjadi hal biasa karena sejak dulu masyarakat ini telah terbuka dengan berbagai macam budaya yang dibawa bangsa lain, seperti Cina, Jawa, Arab, hingga Melayu. Salah satu budaya yang masih eksis dilakukan yaitu ziarah kubur.

Akan tetapi, masyarakat Betawi tak asal melakukan ziarah kubur. Mereka biasa melakukannya di bulan- bulan seperti Ramadhan, Rajab, Sya’ban, Syawal dan Muharram seperti saat ini. Mereka biasa berziarah secara individu, atau rombongan dengan membaca  surah Yasin dan tahlil, ratib, shalawat, dan berdoa sebagai tawasulan di hadapan kuburan dari ahli kubur yang dituju.

Selain mengunjungi makam kerabat maupun keluarga, masyarakat Betawi juga berkunjung ke makam ulama-ulama besar. Mulai dari Habib Husien Luar Batang di dalam kompleks Masjid Luar Batang. Selanjutnya Habib Ali Kwitang dan keturunannya di kompleks di Masjid Al-Riyadh, Kwitang, Jakarta Pusat. 

Kemudian,  kuburan Guru Marzuqi Cipinang Muara yang berada satu kompleks dengan Masjid Al-Marzuqiyah, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Selain itu, juga Guru Manshur Jembatan Lima yang berada satu kompleks dengan Masjid Al-Manshur, Jembatan Lima, Jakarta Barat.

Pengingat Akan Kematian

Yahya menyebut, tradisi ini sejatinya merupakan pengingat bagi manusia akan kematian yang nyata di depan mata. Ziarah kubur, yang menjadi inti ruwahan berarti menziarahi kubur leluhur, baik kakek, nenek, ayah, ibu dan sanak saudara lainnya. “Mereka mendoakan agar arwah mereka mendapatkan keringanan azab kubur. Tapi pada prinsipnya mengingatkan pada yang masih hidup agar hati-hati merawat hidup,” kata dia.

Jika dikaitkan dengan hadist dalam nilai-nilai Islam, tradisi ruwahan menjadi pengingat untuk berbuat kebaikan dibanding keburukan. Dalam pepatah “hasibu anfusakum qabla antuhasabu” yang bermakna hitunglah perbuatan baik buruk sebelum kamu wafat. Itu artinya, baik kebaikan maupun keburukan yang dilakukan selama hidup akan dituai di alam barzah. 

“Dalam hadis itu disebutkan bahwa dunia merupakan tempat bercocok tanam. Apakah kamu menanam kebaikan atau keburukan, misalnya maksiat, zalim, aniaya, bohong, dan kafir,” ujar dia.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.