Senibudayabetawi.com – Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 menjadi momentum untuk kembali mengenang jasa-jasa para pahlawan. Seperti halnya pahlawan-pahlawan Betawi yang juga berkontribusi dalam kemerdekaan RI.
Tak selalu perlawanan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan dengan perlawanan melawan penjajah. Ismail Marzuki misalnya. Pencipta lagu “Indonesia Pusaka” ini merupakan putra bangsa dari tanah Betawi.
Lahir di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, dan meninggal di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Makamnya ada di kompleks Tempat Pemakaman Umum Karet, Jakarta Pusat. Hidup Ismail tidak panjang. Dia meninggal pada usia 44 tahun karena sakit pada tahun 1958. Meski demikian, karya-karyanya tak lekang oleh zaman dan tetap selalu dikenang.
Selama hidupnya, Islamil menciptakan tak kurang dari 200 lagu.Dia pun piawai menggubah lagu bernuansa romansa, selain tembang-tembang penyemangat perjuangan dan kecintaan pada Tanah Air. Misalnya, lagu Aryati yang tempo dulu tembang wajib khusus para jejaka yang dimabuk kepayang gadis idaman. Selain itu, ada juga lagu O Sarinah—lagu gubahan pertamanya—, Kopral Djono, Rayuan Pulau Kelapa, Juwita Malam, serta Gugur Bunga.
Genre lagu-lagu gubahan Ismail berbagai varian, mulai dari keroncong hingga musik swing. Nada-nada dan lirik besutannya tak hanya menggema di Nusantara, tapi juga ke negara tetangga bahkan tanah Eropa. Bila perlu liriknya pun menggunakan bahasa setempat
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1968 menetapkan nama Ismail untuk pusat kesenian, yang sampai sekarang masih ada di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, yaitu Taman Ismail Marzuki.
M H. Thamrin
Tak hanya Ismail Marzuki, ada juga tokoh Betawi yang sangat populer yakni Muhammad Hoesni Thamrin. Tokoh Betawi yang satu ini merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. M.H. Thamrin adalah putra Betawi yang lahir dan tinggal di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat. Ia lahir pada tanggal 16 Februari 1894.
Teman-temannya memanggilnya Mat Seni. Ini adalah kebiasaan orang Betawi untuk menyingkat nama orang. Mat singkatan dari Mohammad. Sedangkan Seni dari Hoesni. Ayahnya adalah seorang Wedana. Wedana adalah pembantu Bupati yang membawahi beberapa orang Camat.
Sebagai putra Wedana, M.H. Thamrin berkesempatan sekolah sampai tingkat tinggi. Tiap pulang sekolah ia selalu melewati kampung-kampung pribumi yang kumuh. Timbullah keinginannya untuk memperbaiki nasib masyarakat pribumi. Semasa sekolah, M.H. Thamrin sudah tertarik pada politik. Ia sering berkumpul dengan pemuda-pemuda dari berbagai perkumpulan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa.
Pada umur 25 tahun, M.H. Thamrin menjadi anggota Gemeenteraad Batavia atau Dewan Kotapraja Betawi. Di sinilah dia memperjuangan kehidupan masyarakat pribumi. Ia membangun sekolah untuk rakyat, membangun sarana kesehatan, memasang penerangan jalan, dan membangun kanal untuk mencegah banjir dari sungai Ciliwung.
Pada tahun 1923, M.H.Thamrin mendirikan Kumpulan Kaum Betawi. Atas keberhasilannya M.H. Thamrin diangkat menjadi wakil walikota Batavia. Kemudian ia menjadi anggota Volksraad atau Dewan Pertimbangan Rakyat.
Saat menjadi anggota Volksraad, perjuangannya bukan hanya untuk masyarakat Betawi, tetapi untuk Indonesia. M.H. Thamrin wafat pada tanggal 11 Januari 1941.